Rabu, 07 April 2010

PKM-GT

PEMANFAATAN KOMPOS KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PUPUK ORGANIK TERHADAP BERBAGAI TANAMAN













FARIDA SAGALA ( D1A105065/2005)
YOHANES BAYU ( DIA108038 /2008)
POLIN SIRAIT (D1A105037/2005)














UNIVERSITAS JAMBI
2010

KATA PENGANTAR



Puji syukur kepada Tuhan YME berkat rahmat dan karunia-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul PEMANFAATAN KOMPOS KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PUPUK ORGANIK TERHADAP BERBAGAI TANAMAN ini dengan baik.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu DR.Ir Elis Kartika, MSi selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian karya tulis ini.
Penulis menyadari karya tulis ini masih banyak kekurangan, baik dalam muatan materi maupun penulisannya. Berkenaan dengan hal tersebut, diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pihak pengguna untuk perbaikan di masa mendatang. Namun demikian penulis tetap berharap karya tulis ini dapat bermanfaat dalam menambah wawasan dan pengetahuan. Atas perhatiannya penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Jambi, Maret 2010
Penulis













DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATAA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 4
1.3 Tujuan dan Kegunaan 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Limbah Kulit Buah Kakao Sebagai Kompos 7
2.2 Kompos Kulit Buah Kakao Pada Tanaman 8
III. METODE PENULISAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Teknologi Pengomposan 9
4.2 Strategi Pemanfaatn Kompos Limbh Kulit buah Kakao Sebagai
Pupuk Organik 10
4.3 Hasil Penelitian Kompos Kulit Buah Kakao Pada berbagai
Tanaman 12
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 14
5.2 Saran 14
DAFTAR PUSTAKA 15


BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman kakao (Theobrama cacao L) merupakan salah satu produk pertanian yang memiliki peranan yang cukup nyata dan dapat diandalkan dalam mewujudkan program pembangunan pertanian, khususnya dalam hal penyediaan lapangan kerja, pendorong pengembangan wilayah, peningkatan kesejahteraan petani, dan peningkatan pendapatan /devisa Negara. Kakao memberikan sumbangan devisa terbesar ke tiga sub sector perkebunan setelah karet dan minyak sawit ( Wahyudi, 2008). Bagian dari buah kakao yang dimanfaatkan berupa biji, yang selanjutnya diolah menjadi bubuk coklat yang biasa digunakan sebagai minuman penyegar dan makanan ringan.
Produktivitas kakao di provinsi Jambi setiap tahunya mengalami peningkatan. Pada tahun 2004 luas areal perkebunan kakao 1.354 Ha, produksi 286 ton, produktivitas 427 kg/ha: tahun 2005 luas areal menurun menjadi 1.220 ha, produksi meningkat menjadi 330 ton, produktivitas meningkat menjadi 547 kg/Ha; tahun 2006 lua areal mengalami peningkatan menjadi 1.417 Ha, akan tetapi produksi menurun menjadi 327 ton sedangkan produktivitas mengalami peningkatan menjadi 544 kg/Ha; tahun 2007 luas areal meningkat menjadi 1420Ha, produksi meningkat menjadi 455 ton, produktivitas meningkat menjadi 647 kg.ha ; tahun 2008 luas areal menurun menjadi 1319 ha , produksi juga menurun 450 ton, sedangkan produktivitas meningkat menjadi 672 Kg/Ha (Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, 2009). Menurut Darmono dan Panji,T (1999), limbah kulit buah kakao yang dihasilkan dalam jumlah banyak akan menjadi masalah jika tidak ditangani dengan baik. Produksi limbah padat ini mencapai sekitar 60 % dari total produksi buah.
Salah satu faktor yang mempangaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman adalah medi tumbuh. Penggunaan media tumbuh yang tepat akan menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman. Berdasarkan Data Dinas Pertanian Provinsi Jambi (2009) Provinsi Jambi memiliki potensi tanah masam yang didominasi olah tanah ultisol dengan luas 2.272.725 ha atau 44,56 % dari luasan Provinsi Jambi. Menurut Hardjowigeno (1992) tanah ultisol termasuk tanah marjinal yang produktivitas tanahnya rendah seperti pHnya rendah, KTK rendah, dan miskin unsur hara baik makro dan mikro yang mudah hilang akibat pencucian dan aliran permukaan.
Untuk mendapatkan media tumbuh yang baik, tanah ultisol memerlukan pengelolaan yang tepat yaitu dengan melakukan pengelolaan lingkungan tumbuh dan tindakan budidaya, diantaranya suplai unsur hara melalui pemupukan. Pemupukan adalah cara yang dapat dilakukan untuk memenuhi ketersediaan unsur hara tanah yang dibutuhkan tanaman. Dengan adanya pemupukan, tanaman dapat tumbuh optimal dan berproduksi maksimal (Redaksi Agromedia, 2007). Pupuk dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik yaitu pupuk yang terbuat dari bahan-bahan organik yang telah melapuk. Bahan organik tersebut seperti sisa-sisa tanaman, kotoran hewan atau ternak yang berasal dari limbah pertanian. Sedangkan pupuk anorganik yaitu jenis pupuk yang terbuat dari pabrik dengan cara meramu berbagai bahan kimia sehingga memiliki kandungan hara yang tinggi.

1. 2 Permasalahan
Pemakaian pupuk anorganik yang selama ini dilakukan oleh patani pada tanaman hortikultura, pangan, maupun tanaman perkebunan ternyata tidak menguntungkan bagi kelestarian lingkungan (tidak ramah lingkungan). Padahal pupuk anorganik jauh lebih mahal dibandingkan dengan pupuk organik yang bahannya banyak tersedia. Oleh karena itu, untuk menghemat dan mengurangi akibat buruk yang ditimbulkan pemakaian pupuk anorganik, maka dapat di kombinasikan dengan pupuk yang ramah lingkungan yaitu pupuk organik (Isroi, 2000).
Pemberian pupuk organik adalah sebagai alternatif untuk mengembalikan kesuburan tanah guna mempertahankan produktivitas lahan. Pupuk organik juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah (struktur tanah, kemantapan agregat tanah dan daya pegang air terhadap tanah), sedangkan terhadap sifat kimia tanah perannya adalah meningkatkan nilai tukar kation tanah, menyuplai hara dan juga meningkatkan aktivitas tanah mikroba tanah (Baras,1987 dalam Zurhaela,2005). Pupuk organik dapat berupa pupuk kandang, pupuk hijau, kompos limbah pertanian (tandan kosong kelapa sawit, sisa pangkasan teh, kulit buah kakao, jerami padi, batang jagung) kascing dan lain sebagainya. Salah satu limbah pertanian yang baru sedikit dimanfaatkan adalah limbah dari perkebunan kakao yaitu kulit buah kakao. Opeke (1984) dalam Sudirja Et al (2005) mengemukakan bahwa kulit buah kakao mengandung protein 9,69%, glukosa 1,16%, sukrosa 0,18%, pektin 5,30%, dan Theobromin 0,20%. Menurut Rosniawaty (2005) kompos kulit buah kakao memiliki kadar air 70.8 %, pH H2O 9,4 HCl 1 N 8,7, C total 42,4%, N total 3,57%, C/N 12, P2O5 1,25%, K2O 0,77%, CaO 0,85% dan MgO 0,57%, S 0,79%, KTK (cmol/kg) 49.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan dari penulisan gagasan ini adalah :
1. Untuk memanfaatkan kompos kulit buah kakao sebagai pupuk organik terhadap tanaman
2. untuk mengurangi dampak dari pemakain pupuk anorganik

Kegunaan penulisan ini adalah sebagai sumbangan pemikiran kepada para petani agar dapat memanfaatkan limbah kulit buah kakao yang semakin meningkat sebagai kompos.













II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Limbah Kulit Buah Kakao Sebagai Kompos
Sistematika tanaman kakao ( Theobrama cacao L) menurut ( Tjitsoepomo 1988 dalam Wahyudi dkk, 2008) dapat disebutkan sebagai berikut :
Divisio : Spermathopyta
Sub division : angiospermae
Sub Kelas : Dialypetalae
Ordo : Malvales
Famili : Sterculiaceae
Genus : Theobrama
Spesies : Theobrama cacao L

Adapun limbah yang dihasilkan dari buah kakao yaitu berupa kulit buah kakao. Apabila tidak dimanfaatkan dapat menimbulkan masalah lingkungan di sekitar perkebunan. Salah satu cara untuk memanfaatkan kulit buah kakao adalah dijadikan kompos. Menurut Hengki (2006) kompos merupakan salah satu bentuk pupuk organik yang dapat digunakan sebagai suplemen ataupun pengganti pupuk kimia (anorganik). Kompos ini telah digunakan di bidang perkebunan sehingga dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia dalam jumlah besar. Kompos adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik seperti limbah pertanian padat (tandan kosong kelapa sawit, sisa pangkasan teh, kulit buah kakao, jerami padi, batang jagung, dll.) yang proses dekomposisinya menggunakan bantuan mikroorganisme.


2.1 Kompos Kulit Buah Kakao Pada Tanaman
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik ( J.H. Crawford, 2003). Kompos merupakan hasil fermentasi atau dekomposisi dari bahan-bahan organik seperti tanaman, hewan, atau limbah organik lainya. Kompos sebagai pupuk organik mempunyai fungsi untuk memperbaiki sruktur tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air, dan meningkatkan daya ikat tanah terhadap unsur hara (Murbandono, 1998).
Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
Keberadaan bahan organik pada tanah yang akan ditanamisangat diperlukan terutama bagi perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah sehingga pada tanah yang kandungan bahan organiknya sangat kurang perlu terlebih dahulu diberi tambahan pupuk organik

Kompos kulit buah kakao adalah kompos yang terbuat dari proses dekomposisi dapat menggunakan bioaktivator OrgaDec. OrgaDec (Organic Decomposer) merupakan bioaktivator pengomposan dengan bahan mikroba asli Indonesia yang memiliki kemampuan menghancurkan bahan organik mentah dalam waktu relatif singkat dan bersifat antagonis terhadap beberapa penyakit akar. Adapun keunggulan dari OrgaDec yaitu : Sesuai untuk kondisi tropis, Menurunkan C/N secara cepat, tidak membutuhkan bahan nutrisi, mudah dan tahan disimpan, antagonis terhadap penyakit jamur akar. Bahan aktif yang dikandung dari OrgaDec adalah Trichoderma pseudokoningii dan Cytophaga sp (LRPI, 2004)












III. METODE PENULISAN
Penulisan gagasan ini menggunakan metode telaah pustaka, baik pustaka yang bersumber dari publikasi instansi yang relevan maupun pustaka-pustaka hasil penelitian yang berkaitan dengan kakao( tanaman perkebunan), jagung (tanaman pangan), pengomposan,. Selain metode telaah pustaka juga dilakukan analisis kimia untuk kompos kulit buah kakao meliputi : pH, C-Organik, N total, P total, K total dan rasio C/N-nya sebagai salah satu syarat bahan baku pembuatan kompos.


















IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.3 Teknologi Pengomposan
Limbah kulit buah kakao tidak bisa langsung diaplikasikan ke tanaman Unsur hara yang terkandung di dalam limbah kulit kakao terikat dalam ikatan senyawa organik yang tidak mudah larut. Agar unsur hara ini dapat dimanfaatkan, LPO harus diuraikan/didegradasi menjadi kompos. Kompos didefinisikan sebagai hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003).Sedangkan proses pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan activator pengomposan.
Proses pengomposan dapat berlangsung secara alami, namun memakan waktu yang lama antara 6 sampai 12 bulan. Saat ini telah banyak dikembangkan teknologi untuk mempercepat proses pengomposan. Pengembangan teknologi ini meliputi: manipulasi kondisi/faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan, menambahkan mikroba aktivator pengomposan, dan mengkombinasikan dua strategi sebelumnya.
Menurut BPBPI (2004) telah lama mengembangkan teknologi pengomposan dan aktivator kompos untuk membuat kompos dan pupuk organik. Beberapa produk berbasis mikroba yang telah dihasilkan antara lain adalah OrgaDec, SuperDec, ActiComp, dan Promi. OrgaDec dan SuperDec mengandung bahan aktif mikroba unggul yang dapat mempercepat proses pengomposan.
Teknologi pengomposan yang dikembangkan oleh BPBPI berprinsip pada 3M: Mudah, Murah, dan Manfaat. Teknologi pengomposan BPBPI mudah diterapkan oleh petani kecil maupun oleh perusahaan perkebunan besar. Teknologi ini sangat sederhana, karena tidak memerlukan penambahan bahan-bahan pengaya lain. Waktu pengomposan yang diperlukan berkisar antara 3 – 6 minggu tergantung pada jenis limbah pertanan organik yang dikomposkan..


4.1 Srategi Pemanfaatan Kompos Limbah Kulit Buah kakao Sebagai Pupuk
Organik
Beberapa kendala penggunaan kualitas kompos/pupuk organik adalah sifatnya yang bulky, kandungan air yang cukup tinggi dan kandungan hara yang rendah. Kompos biasanya diberikan dalam jumlah yang cukup banyak agar dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman. Kendala - kendala tersebut berakibat pada besarnya biaya untuk pembelian/pembuatan kompos, biaya tranportasi, dan biaya aplikasi/tenaga kerja.
Beberapa strategi dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas kompos/pupuk organik. Kompos diolah terlebih dahulu setelah panen sebelum diaplikasikan. Pengolahan paska panen kompos antara lain adalah pengeringan dan pencacahan. Apabila diperlukan dapat pula dilakukan pengayakan dan pengemasan. Kompos yang baru di panen memiliki kadar air sangat tinggi, yaitu berkisar antara 60 – 70%. Kadar air ini meningkat pada musin penghujan. Pengeringan dapat dilakukan dengan cara penyemuran di bawah sinar matahari. Kompos yang sudah jadi dibuka penutupnya dan dijemur selama beberapa hari sebelum dipanen. Pengeringan juga dapat dilakukan dengan menggunakan mesin pengering (rotary dryer). Pengeringan dapat dilakukan sesuai kebutuhan. Pengeringan hingga kadar air ± 40% sudah cukup baik untuk mengurangi volume kompos dan biaya transportasi maupun aplikasi. Kompos yang sudah kering selanjutnya dapat dicacah dengan menggunakan mesin pencacah. Pencacahan ini juga akan mengurangi volume kompos dan menyamakan ukuran/bentuk kompos. Kompos yang sudah kering dan dicacah lebih mudah untuk dikemas dan diangkut.
Kandungan hara kompos yang rendah dapat diatasi dengan menambahkan bahan bahan lain yang kaya hara. Beberapa produsen pupuk organik mem-blending kompos dengan pupuk kimia buatan untuk meningkatkan kandungan hara kompos. Penambahan pupuk organik dengan kompos ada batasnya, khususnya untuk Urea. Bahan-bahan lain yang dapat digunakan untuk memperkaya kompos antara lain adalah fosfat alam atau limbah resipren karet untuk hara P dan dolomite untuk hara Mg. Pupuk kandang juga biasa ditambahkan ke dalam kompos.
Mikroba biofertilizer yang memiliki manfaat positif bagi tanaman dapat ditambahkan ke dalam kompos. Kandungan hara organik di dalam kompos akan berperan sebagai tempat hidup dan makanan bagi mikroba biofertilizer. Mikroba-mikroba tersebut berfungsi sebagai penambat N dari udara, melarutkan P, membantu penyerapan hara, merangsang pertumbuhan tanaman, dan membantu mengatasi serangan penyakit. Mikroba dapat ditambahkan pada saat pembuatan kompos yaitu mikroba yang tahan terhadap suhu kompos yang tinggi, maupun ditambahkan setelah kompos matang. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penambahan mikroba ke dalam kompos memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan maupun produksi tanaman.
Pengeringan dan pencacahan kompos dapat mengurangi volume kompos yang diaplikasikan ke tanaman. Sebagai contoh, dosis kompos 60kg/ph/tahun dengan kadar air 60%. Apabila kadar air diturunkan menjadi 40%, volume kompos yang diberikan sebesar 40kg/ph/th. Semakin rendah kadar air akan semakin sedikit volume kompos yang dapat diaplikasikan. Pengurangan volume ini sangat signifikan mengurangi biaya transportasi dan biaya aplikasi kompos.

4.2 Hasil Penelitian Kompos Kulit Buah Kakao Pada berbagai Tanaman
Hasil penelitian Sudirja et al (2005) menunjukkan bahwa penggunaan kompos kulit buah kakao perbandingan (1:1) dengan media tanah dan kascing pada bibit kakao merupakan perbandingan yang mampu meningkatkan pH tanah dan kadar C-organik.
Pemberian kompos kulit buah kakao ke dalam tanah sebagai bahan organik dapat meningkatkan ketersedian unsur hara baik makro maupun mikro, pH tanah. Menurut Sedarsono, et al (2004) dalam Rosniawaty (2005) bahwa kompos kulit buah kakao kadar air 86 %, Ph 5,4, N total 1,30%, C organik 33,71%, P2O5 0,186%, K2O 5,5%, CaO 0,23% dan MgO 0,59%. Selanjutnya Hasil analisis kimia yang di lakukan Farida, S (2010) menunjukkan bahwa kandungan kompos kulit buah kako meliputi : pH 8,56; C-Organik 22,95%; N total 1,42%; P total 0,13%; K total 3, 66%; C/N 16,16.
Hasil penelitian Haruna (2009) menunjukkan bahwa penggunaan kompos limbah kulit buah kakao pada baby corn sebanyak 5 ton/ha menghasilkan jumlah daun yang bebih banyak (8,78 helai), diameter batang yang lebih besar (16,47 mm), berbunga dan panen lebih cepat ( 49,87 hari dan 58,11 hari), tongkol yang lebih panjang (16,39 cm), dan produksi perhektar lebih tinggi (0,031 ton) jika dibandingkan dengan limbah pertanian yang lainnya (jerami padi, sekam padi, lamtoro).
Nurhayati dan Salim (2002) menunjukkan bahwa pemberian bokashi kulit buah kakao dengan dosis 25 ton/ha pada tanaman jagung manis memberikan hasil terbaik terhadap tinggi tanaman (256,87 cm), lilit tongkol (16,33 cm), dan jumlah baris per tongkol (15 baris).













V. KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada uraian diatas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Teknologi pengomposan dan stretegi pemanfaatan kompos limbah kulit buah kakao bebagai pupuk organik perlu diperhatikan guna meningkatkan kualitas kompos tersebut.
2. Pemberian kompos kulit buah kakao ke dalam tanah sebagai bahan organik dapat meningkatkan ketersedian unsur hara baik makro maupun mikro, pH tanah.

5.2 Saran
Mengingat potensi limbah kulit buah kakao maka beberapa hal yang perlu direkomendasikan :
1. adanya sosialisasi kepada petani untuk dapat memanfaatkan kompos limbah kulit buah kakao sebagai pupuk organik pada berbagai tanaman.









DAFTAR PUSTAKA
.

Badan Pusat Statistika Perkebunan Provinsi Jambi. 2009. Produksi kakao Tahun 2005-2008. Jambi.http://www.google.com.

Darmono Taniwiryono dan Isroi, BPBPI. 2008. Pupuk Kimia Buatan, Pupuk Organik, Dan Pupuk Hayati. Seminar Nasional dan Temu Bisnis Pupuk untuk Perkebunan. Surabaya

Dinas Pertanian Provinsi Jambi. 2009. Laporan Dinas Pertanian Provinsi Jambi. Jambi.

Farida, S. 2010. Tanggap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis Guinensis Jacq) Terhadap Pemberian Kompos Kulit Buah Kakao Dan Pupuk Anorganik Di Pembibitan Awal. Proposal Skripsi . Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Jambi

Hardjowigeno. 1992. Ilmu Tanah. Medyatama Sarana. Pustaka Jakarta.
Haruna. 2009.Limbah Pertanian untuk Produksi Baby Corn. Hipotesis jurnal Ilmu Pengetahuan Umum. Biofab.blogsot/… limbah-pertanian-untuk-produksi-baby.html.
Hengky. 2006. Peningkatan Pertumbuhan Bibit Kayu Bawang (protium javanicum Burm) Dengan Aplikasi Arang kompos dan Naungan. www.Balai_Litbang_Hutan_Tanaman_Palembang.go.id/publukasi.Pdf.

IP2TP. 2000. Pemanfaatan Limbah Pertanian Sebagai Pupuk Organic. Instalasi Penelitian Dan Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta. ipptpjkt@indo.net.id.

Isroi. 2007 Pengomposan Limbah Kakao. Peneliti pada Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor. http://www.isroi.org.

Lembaga Riset Perkebunan Indonesia. 2004. Produk Hasil Penelitian Dan Pengembangan/OrgaDec.http://www.LembagaRisetPerkebunan Indonesia.com.

Murbandono. 2001. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta. 54 Hal.

Nurhayati dan Salim. 2002. Peningkatan Produksi Jagung Manis Pada Pemberian Bokashi Limbah Kulit Buah Kakao Di Lahan Kering. Agroland Vol. 9 No. 2. Hal: 163-166.

Pahan, I. 2006. Kelapa Sawit Manajeman Agribisnis Dari Hulu Hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta.

Redaksi Agromedia. 2007. Cara Praktis Membuat Kompos. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Rosniawaty, S. 2005. Pengaruh Kompos Kulit Buah Kakao Dan Kascing Terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.) Kultivar upper Amazone Hibrid(UAH).http://www.google.compengaruh-kompos-kulit-buah-kakao dan_kascing_terhadap_pertumbuhan_bibit_kakao.Pdf-Adobe Reader.

Surdirja, Solihin, dan Rosniawaty, S. 2005. Pengaruh kompos kulit buah kakao dan kascing Terhadap perbaikan beberapa sifat kimia Fluventic eutrudepts.Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran.http://www.google.com pengaruh_kompos_kulit_buah_kakao_dan_kascing. Pdf-Adobe Reader.

Tjitrosoepomo, G. 1988. Taksonomi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Wahyudi. 2008. Kakao. Penebar Swadaya.Bogor.