Rabu, 07 April 2010

PKM-GT

PEMANFAATAN KOMPOS KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PUPUK ORGANIK TERHADAP BERBAGAI TANAMAN













FARIDA SAGALA ( D1A105065/2005)
YOHANES BAYU ( DIA108038 /2008)
POLIN SIRAIT (D1A105037/2005)














UNIVERSITAS JAMBI
2010

KATA PENGANTAR



Puji syukur kepada Tuhan YME berkat rahmat dan karunia-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul PEMANFAATAN KOMPOS KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PUPUK ORGANIK TERHADAP BERBAGAI TANAMAN ini dengan baik.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu DR.Ir Elis Kartika, MSi selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian karya tulis ini.
Penulis menyadari karya tulis ini masih banyak kekurangan, baik dalam muatan materi maupun penulisannya. Berkenaan dengan hal tersebut, diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pihak pengguna untuk perbaikan di masa mendatang. Namun demikian penulis tetap berharap karya tulis ini dapat bermanfaat dalam menambah wawasan dan pengetahuan. Atas perhatiannya penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Jambi, Maret 2010
Penulis













DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATAA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 4
1.3 Tujuan dan Kegunaan 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Limbah Kulit Buah Kakao Sebagai Kompos 7
2.2 Kompos Kulit Buah Kakao Pada Tanaman 8
III. METODE PENULISAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Teknologi Pengomposan 9
4.2 Strategi Pemanfaatn Kompos Limbh Kulit buah Kakao Sebagai
Pupuk Organik 10
4.3 Hasil Penelitian Kompos Kulit Buah Kakao Pada berbagai
Tanaman 12
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 14
5.2 Saran 14
DAFTAR PUSTAKA 15


BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman kakao (Theobrama cacao L) merupakan salah satu produk pertanian yang memiliki peranan yang cukup nyata dan dapat diandalkan dalam mewujudkan program pembangunan pertanian, khususnya dalam hal penyediaan lapangan kerja, pendorong pengembangan wilayah, peningkatan kesejahteraan petani, dan peningkatan pendapatan /devisa Negara. Kakao memberikan sumbangan devisa terbesar ke tiga sub sector perkebunan setelah karet dan minyak sawit ( Wahyudi, 2008). Bagian dari buah kakao yang dimanfaatkan berupa biji, yang selanjutnya diolah menjadi bubuk coklat yang biasa digunakan sebagai minuman penyegar dan makanan ringan.
Produktivitas kakao di provinsi Jambi setiap tahunya mengalami peningkatan. Pada tahun 2004 luas areal perkebunan kakao 1.354 Ha, produksi 286 ton, produktivitas 427 kg/ha: tahun 2005 luas areal menurun menjadi 1.220 ha, produksi meningkat menjadi 330 ton, produktivitas meningkat menjadi 547 kg/Ha; tahun 2006 lua areal mengalami peningkatan menjadi 1.417 Ha, akan tetapi produksi menurun menjadi 327 ton sedangkan produktivitas mengalami peningkatan menjadi 544 kg/Ha; tahun 2007 luas areal meningkat menjadi 1420Ha, produksi meningkat menjadi 455 ton, produktivitas meningkat menjadi 647 kg.ha ; tahun 2008 luas areal menurun menjadi 1319 ha , produksi juga menurun 450 ton, sedangkan produktivitas meningkat menjadi 672 Kg/Ha (Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, 2009). Menurut Darmono dan Panji,T (1999), limbah kulit buah kakao yang dihasilkan dalam jumlah banyak akan menjadi masalah jika tidak ditangani dengan baik. Produksi limbah padat ini mencapai sekitar 60 % dari total produksi buah.
Salah satu faktor yang mempangaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman adalah medi tumbuh. Penggunaan media tumbuh yang tepat akan menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman. Berdasarkan Data Dinas Pertanian Provinsi Jambi (2009) Provinsi Jambi memiliki potensi tanah masam yang didominasi olah tanah ultisol dengan luas 2.272.725 ha atau 44,56 % dari luasan Provinsi Jambi. Menurut Hardjowigeno (1992) tanah ultisol termasuk tanah marjinal yang produktivitas tanahnya rendah seperti pHnya rendah, KTK rendah, dan miskin unsur hara baik makro dan mikro yang mudah hilang akibat pencucian dan aliran permukaan.
Untuk mendapatkan media tumbuh yang baik, tanah ultisol memerlukan pengelolaan yang tepat yaitu dengan melakukan pengelolaan lingkungan tumbuh dan tindakan budidaya, diantaranya suplai unsur hara melalui pemupukan. Pemupukan adalah cara yang dapat dilakukan untuk memenuhi ketersediaan unsur hara tanah yang dibutuhkan tanaman. Dengan adanya pemupukan, tanaman dapat tumbuh optimal dan berproduksi maksimal (Redaksi Agromedia, 2007). Pupuk dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik yaitu pupuk yang terbuat dari bahan-bahan organik yang telah melapuk. Bahan organik tersebut seperti sisa-sisa tanaman, kotoran hewan atau ternak yang berasal dari limbah pertanian. Sedangkan pupuk anorganik yaitu jenis pupuk yang terbuat dari pabrik dengan cara meramu berbagai bahan kimia sehingga memiliki kandungan hara yang tinggi.

1. 2 Permasalahan
Pemakaian pupuk anorganik yang selama ini dilakukan oleh patani pada tanaman hortikultura, pangan, maupun tanaman perkebunan ternyata tidak menguntungkan bagi kelestarian lingkungan (tidak ramah lingkungan). Padahal pupuk anorganik jauh lebih mahal dibandingkan dengan pupuk organik yang bahannya banyak tersedia. Oleh karena itu, untuk menghemat dan mengurangi akibat buruk yang ditimbulkan pemakaian pupuk anorganik, maka dapat di kombinasikan dengan pupuk yang ramah lingkungan yaitu pupuk organik (Isroi, 2000).
Pemberian pupuk organik adalah sebagai alternatif untuk mengembalikan kesuburan tanah guna mempertahankan produktivitas lahan. Pupuk organik juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah (struktur tanah, kemantapan agregat tanah dan daya pegang air terhadap tanah), sedangkan terhadap sifat kimia tanah perannya adalah meningkatkan nilai tukar kation tanah, menyuplai hara dan juga meningkatkan aktivitas tanah mikroba tanah (Baras,1987 dalam Zurhaela,2005). Pupuk organik dapat berupa pupuk kandang, pupuk hijau, kompos limbah pertanian (tandan kosong kelapa sawit, sisa pangkasan teh, kulit buah kakao, jerami padi, batang jagung) kascing dan lain sebagainya. Salah satu limbah pertanian yang baru sedikit dimanfaatkan adalah limbah dari perkebunan kakao yaitu kulit buah kakao. Opeke (1984) dalam Sudirja Et al (2005) mengemukakan bahwa kulit buah kakao mengandung protein 9,69%, glukosa 1,16%, sukrosa 0,18%, pektin 5,30%, dan Theobromin 0,20%. Menurut Rosniawaty (2005) kompos kulit buah kakao memiliki kadar air 70.8 %, pH H2O 9,4 HCl 1 N 8,7, C total 42,4%, N total 3,57%, C/N 12, P2O5 1,25%, K2O 0,77%, CaO 0,85% dan MgO 0,57%, S 0,79%, KTK (cmol/kg) 49.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan dari penulisan gagasan ini adalah :
1. Untuk memanfaatkan kompos kulit buah kakao sebagai pupuk organik terhadap tanaman
2. untuk mengurangi dampak dari pemakain pupuk anorganik

Kegunaan penulisan ini adalah sebagai sumbangan pemikiran kepada para petani agar dapat memanfaatkan limbah kulit buah kakao yang semakin meningkat sebagai kompos.













II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Limbah Kulit Buah Kakao Sebagai Kompos
Sistematika tanaman kakao ( Theobrama cacao L) menurut ( Tjitsoepomo 1988 dalam Wahyudi dkk, 2008) dapat disebutkan sebagai berikut :
Divisio : Spermathopyta
Sub division : angiospermae
Sub Kelas : Dialypetalae
Ordo : Malvales
Famili : Sterculiaceae
Genus : Theobrama
Spesies : Theobrama cacao L

Adapun limbah yang dihasilkan dari buah kakao yaitu berupa kulit buah kakao. Apabila tidak dimanfaatkan dapat menimbulkan masalah lingkungan di sekitar perkebunan. Salah satu cara untuk memanfaatkan kulit buah kakao adalah dijadikan kompos. Menurut Hengki (2006) kompos merupakan salah satu bentuk pupuk organik yang dapat digunakan sebagai suplemen ataupun pengganti pupuk kimia (anorganik). Kompos ini telah digunakan di bidang perkebunan sehingga dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia dalam jumlah besar. Kompos adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik seperti limbah pertanian padat (tandan kosong kelapa sawit, sisa pangkasan teh, kulit buah kakao, jerami padi, batang jagung, dll.) yang proses dekomposisinya menggunakan bantuan mikroorganisme.


2.1 Kompos Kulit Buah Kakao Pada Tanaman
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik ( J.H. Crawford, 2003). Kompos merupakan hasil fermentasi atau dekomposisi dari bahan-bahan organik seperti tanaman, hewan, atau limbah organik lainya. Kompos sebagai pupuk organik mempunyai fungsi untuk memperbaiki sruktur tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air, dan meningkatkan daya ikat tanah terhadap unsur hara (Murbandono, 1998).
Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
Keberadaan bahan organik pada tanah yang akan ditanamisangat diperlukan terutama bagi perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah sehingga pada tanah yang kandungan bahan organiknya sangat kurang perlu terlebih dahulu diberi tambahan pupuk organik

Kompos kulit buah kakao adalah kompos yang terbuat dari proses dekomposisi dapat menggunakan bioaktivator OrgaDec. OrgaDec (Organic Decomposer) merupakan bioaktivator pengomposan dengan bahan mikroba asli Indonesia yang memiliki kemampuan menghancurkan bahan organik mentah dalam waktu relatif singkat dan bersifat antagonis terhadap beberapa penyakit akar. Adapun keunggulan dari OrgaDec yaitu : Sesuai untuk kondisi tropis, Menurunkan C/N secara cepat, tidak membutuhkan bahan nutrisi, mudah dan tahan disimpan, antagonis terhadap penyakit jamur akar. Bahan aktif yang dikandung dari OrgaDec adalah Trichoderma pseudokoningii dan Cytophaga sp (LRPI, 2004)












III. METODE PENULISAN
Penulisan gagasan ini menggunakan metode telaah pustaka, baik pustaka yang bersumber dari publikasi instansi yang relevan maupun pustaka-pustaka hasil penelitian yang berkaitan dengan kakao( tanaman perkebunan), jagung (tanaman pangan), pengomposan,. Selain metode telaah pustaka juga dilakukan analisis kimia untuk kompos kulit buah kakao meliputi : pH, C-Organik, N total, P total, K total dan rasio C/N-nya sebagai salah satu syarat bahan baku pembuatan kompos.


















IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.3 Teknologi Pengomposan
Limbah kulit buah kakao tidak bisa langsung diaplikasikan ke tanaman Unsur hara yang terkandung di dalam limbah kulit kakao terikat dalam ikatan senyawa organik yang tidak mudah larut. Agar unsur hara ini dapat dimanfaatkan, LPO harus diuraikan/didegradasi menjadi kompos. Kompos didefinisikan sebagai hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003).Sedangkan proses pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan activator pengomposan.
Proses pengomposan dapat berlangsung secara alami, namun memakan waktu yang lama antara 6 sampai 12 bulan. Saat ini telah banyak dikembangkan teknologi untuk mempercepat proses pengomposan. Pengembangan teknologi ini meliputi: manipulasi kondisi/faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan, menambahkan mikroba aktivator pengomposan, dan mengkombinasikan dua strategi sebelumnya.
Menurut BPBPI (2004) telah lama mengembangkan teknologi pengomposan dan aktivator kompos untuk membuat kompos dan pupuk organik. Beberapa produk berbasis mikroba yang telah dihasilkan antara lain adalah OrgaDec, SuperDec, ActiComp, dan Promi. OrgaDec dan SuperDec mengandung bahan aktif mikroba unggul yang dapat mempercepat proses pengomposan.
Teknologi pengomposan yang dikembangkan oleh BPBPI berprinsip pada 3M: Mudah, Murah, dan Manfaat. Teknologi pengomposan BPBPI mudah diterapkan oleh petani kecil maupun oleh perusahaan perkebunan besar. Teknologi ini sangat sederhana, karena tidak memerlukan penambahan bahan-bahan pengaya lain. Waktu pengomposan yang diperlukan berkisar antara 3 – 6 minggu tergantung pada jenis limbah pertanan organik yang dikomposkan..


4.1 Srategi Pemanfaatan Kompos Limbah Kulit Buah kakao Sebagai Pupuk
Organik
Beberapa kendala penggunaan kualitas kompos/pupuk organik adalah sifatnya yang bulky, kandungan air yang cukup tinggi dan kandungan hara yang rendah. Kompos biasanya diberikan dalam jumlah yang cukup banyak agar dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman. Kendala - kendala tersebut berakibat pada besarnya biaya untuk pembelian/pembuatan kompos, biaya tranportasi, dan biaya aplikasi/tenaga kerja.
Beberapa strategi dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas kompos/pupuk organik. Kompos diolah terlebih dahulu setelah panen sebelum diaplikasikan. Pengolahan paska panen kompos antara lain adalah pengeringan dan pencacahan. Apabila diperlukan dapat pula dilakukan pengayakan dan pengemasan. Kompos yang baru di panen memiliki kadar air sangat tinggi, yaitu berkisar antara 60 – 70%. Kadar air ini meningkat pada musin penghujan. Pengeringan dapat dilakukan dengan cara penyemuran di bawah sinar matahari. Kompos yang sudah jadi dibuka penutupnya dan dijemur selama beberapa hari sebelum dipanen. Pengeringan juga dapat dilakukan dengan menggunakan mesin pengering (rotary dryer). Pengeringan dapat dilakukan sesuai kebutuhan. Pengeringan hingga kadar air ± 40% sudah cukup baik untuk mengurangi volume kompos dan biaya transportasi maupun aplikasi. Kompos yang sudah kering selanjutnya dapat dicacah dengan menggunakan mesin pencacah. Pencacahan ini juga akan mengurangi volume kompos dan menyamakan ukuran/bentuk kompos. Kompos yang sudah kering dan dicacah lebih mudah untuk dikemas dan diangkut.
Kandungan hara kompos yang rendah dapat diatasi dengan menambahkan bahan bahan lain yang kaya hara. Beberapa produsen pupuk organik mem-blending kompos dengan pupuk kimia buatan untuk meningkatkan kandungan hara kompos. Penambahan pupuk organik dengan kompos ada batasnya, khususnya untuk Urea. Bahan-bahan lain yang dapat digunakan untuk memperkaya kompos antara lain adalah fosfat alam atau limbah resipren karet untuk hara P dan dolomite untuk hara Mg. Pupuk kandang juga biasa ditambahkan ke dalam kompos.
Mikroba biofertilizer yang memiliki manfaat positif bagi tanaman dapat ditambahkan ke dalam kompos. Kandungan hara organik di dalam kompos akan berperan sebagai tempat hidup dan makanan bagi mikroba biofertilizer. Mikroba-mikroba tersebut berfungsi sebagai penambat N dari udara, melarutkan P, membantu penyerapan hara, merangsang pertumbuhan tanaman, dan membantu mengatasi serangan penyakit. Mikroba dapat ditambahkan pada saat pembuatan kompos yaitu mikroba yang tahan terhadap suhu kompos yang tinggi, maupun ditambahkan setelah kompos matang. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penambahan mikroba ke dalam kompos memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan maupun produksi tanaman.
Pengeringan dan pencacahan kompos dapat mengurangi volume kompos yang diaplikasikan ke tanaman. Sebagai contoh, dosis kompos 60kg/ph/tahun dengan kadar air 60%. Apabila kadar air diturunkan menjadi 40%, volume kompos yang diberikan sebesar 40kg/ph/th. Semakin rendah kadar air akan semakin sedikit volume kompos yang dapat diaplikasikan. Pengurangan volume ini sangat signifikan mengurangi biaya transportasi dan biaya aplikasi kompos.

4.2 Hasil Penelitian Kompos Kulit Buah Kakao Pada berbagai Tanaman
Hasil penelitian Sudirja et al (2005) menunjukkan bahwa penggunaan kompos kulit buah kakao perbandingan (1:1) dengan media tanah dan kascing pada bibit kakao merupakan perbandingan yang mampu meningkatkan pH tanah dan kadar C-organik.
Pemberian kompos kulit buah kakao ke dalam tanah sebagai bahan organik dapat meningkatkan ketersedian unsur hara baik makro maupun mikro, pH tanah. Menurut Sedarsono, et al (2004) dalam Rosniawaty (2005) bahwa kompos kulit buah kakao kadar air 86 %, Ph 5,4, N total 1,30%, C organik 33,71%, P2O5 0,186%, K2O 5,5%, CaO 0,23% dan MgO 0,59%. Selanjutnya Hasil analisis kimia yang di lakukan Farida, S (2010) menunjukkan bahwa kandungan kompos kulit buah kako meliputi : pH 8,56; C-Organik 22,95%; N total 1,42%; P total 0,13%; K total 3, 66%; C/N 16,16.
Hasil penelitian Haruna (2009) menunjukkan bahwa penggunaan kompos limbah kulit buah kakao pada baby corn sebanyak 5 ton/ha menghasilkan jumlah daun yang bebih banyak (8,78 helai), diameter batang yang lebih besar (16,47 mm), berbunga dan panen lebih cepat ( 49,87 hari dan 58,11 hari), tongkol yang lebih panjang (16,39 cm), dan produksi perhektar lebih tinggi (0,031 ton) jika dibandingkan dengan limbah pertanian yang lainnya (jerami padi, sekam padi, lamtoro).
Nurhayati dan Salim (2002) menunjukkan bahwa pemberian bokashi kulit buah kakao dengan dosis 25 ton/ha pada tanaman jagung manis memberikan hasil terbaik terhadap tinggi tanaman (256,87 cm), lilit tongkol (16,33 cm), dan jumlah baris per tongkol (15 baris).













V. KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada uraian diatas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Teknologi pengomposan dan stretegi pemanfaatan kompos limbah kulit buah kakao bebagai pupuk organik perlu diperhatikan guna meningkatkan kualitas kompos tersebut.
2. Pemberian kompos kulit buah kakao ke dalam tanah sebagai bahan organik dapat meningkatkan ketersedian unsur hara baik makro maupun mikro, pH tanah.

5.2 Saran
Mengingat potensi limbah kulit buah kakao maka beberapa hal yang perlu direkomendasikan :
1. adanya sosialisasi kepada petani untuk dapat memanfaatkan kompos limbah kulit buah kakao sebagai pupuk organik pada berbagai tanaman.









DAFTAR PUSTAKA
.

Badan Pusat Statistika Perkebunan Provinsi Jambi. 2009. Produksi kakao Tahun 2005-2008. Jambi.http://www.google.com.

Darmono Taniwiryono dan Isroi, BPBPI. 2008. Pupuk Kimia Buatan, Pupuk Organik, Dan Pupuk Hayati. Seminar Nasional dan Temu Bisnis Pupuk untuk Perkebunan. Surabaya

Dinas Pertanian Provinsi Jambi. 2009. Laporan Dinas Pertanian Provinsi Jambi. Jambi.

Farida, S. 2010. Tanggap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis Guinensis Jacq) Terhadap Pemberian Kompos Kulit Buah Kakao Dan Pupuk Anorganik Di Pembibitan Awal. Proposal Skripsi . Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Jambi

Hardjowigeno. 1992. Ilmu Tanah. Medyatama Sarana. Pustaka Jakarta.
Haruna. 2009.Limbah Pertanian untuk Produksi Baby Corn. Hipotesis jurnal Ilmu Pengetahuan Umum. Biofab.blogsot/… limbah-pertanian-untuk-produksi-baby.html.
Hengky. 2006. Peningkatan Pertumbuhan Bibit Kayu Bawang (protium javanicum Burm) Dengan Aplikasi Arang kompos dan Naungan. www.Balai_Litbang_Hutan_Tanaman_Palembang.go.id/publukasi.Pdf.

IP2TP. 2000. Pemanfaatan Limbah Pertanian Sebagai Pupuk Organic. Instalasi Penelitian Dan Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta. ipptpjkt@indo.net.id.

Isroi. 2007 Pengomposan Limbah Kakao. Peneliti pada Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor. http://www.isroi.org.

Lembaga Riset Perkebunan Indonesia. 2004. Produk Hasil Penelitian Dan Pengembangan/OrgaDec.http://www.LembagaRisetPerkebunan Indonesia.com.

Murbandono. 2001. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta. 54 Hal.

Nurhayati dan Salim. 2002. Peningkatan Produksi Jagung Manis Pada Pemberian Bokashi Limbah Kulit Buah Kakao Di Lahan Kering. Agroland Vol. 9 No. 2. Hal: 163-166.

Pahan, I. 2006. Kelapa Sawit Manajeman Agribisnis Dari Hulu Hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta.

Redaksi Agromedia. 2007. Cara Praktis Membuat Kompos. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Rosniawaty, S. 2005. Pengaruh Kompos Kulit Buah Kakao Dan Kascing Terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.) Kultivar upper Amazone Hibrid(UAH).http://www.google.compengaruh-kompos-kulit-buah-kakao dan_kascing_terhadap_pertumbuhan_bibit_kakao.Pdf-Adobe Reader.

Surdirja, Solihin, dan Rosniawaty, S. 2005. Pengaruh kompos kulit buah kakao dan kascing Terhadap perbaikan beberapa sifat kimia Fluventic eutrudepts.Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran.http://www.google.com pengaruh_kompos_kulit_buah_kakao_dan_kascing. Pdf-Adobe Reader.

Tjitrosoepomo, G. 1988. Taksonomi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Wahyudi. 2008. Kakao. Penebar Swadaya.Bogor.

Sabtu, 20 Februari 2010

Pertanian Organik

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Kata “jagung” diterapkan pada gandum, terigu, atau gandum hitam di Eropa. Di Amerika, itu mengacu pada jagung Indian atau maizena. Jagung tumbuh di Amerika Utara sebelum 2000 SM. Jenis jagung yang terkenal yaitu jagung manis yang dipercaya menjadi sebuah ladang mutasi atau jagung susut. Jagung ini dipelihara orang-orang Indian dan pertama dikembangkan dan digambarkan oleh penetap sekitar tahun 1780. Pada tahun 1900 lebih dari 63 telah digambarkan (Splittstoeser, 1984).
Jagung manis adalah anggota dari Poaceae (Gramineae) atau family rumput-rumputan. Anggota lainnya dari family ini termasuk terigu, gandum, gerst, tanaman yang menyerupai jagung atau gandum. Jagung adalah tumbuhan berbiji monokotil yang dapat tumbuh sampai ketinggian 12 kaki (Decoteau, 2000).
Selama tahun 1983 – 1997 luar areal panen relatif tetap yaitu sekitar 3,0 juta hektar. Walaupun demikian produktifitas naik 3,6 % per tahun sedangkan kenaikan produksi mencapai 4,8 % per tahun. Kenaikan produktifitas jagung tersebut dimulai tahun 1989 yaitu mencapai lebih dari 20 ton/ha. Hal ini terjadi akibat mulai ditanamnya varietas hibrid oleh petani (Sherf and Macnab, 1986).
Kandungan nutrisi jagung manis sangat mudah rusak. Segera setelah dipetik. Zat gulanya berangsur-angsur berubah menjadi zat tepung. Cairan yang menyerupai susu dan manis di dalam biji sedikit demi sedikit akan meleleh dan menjadi seperti bubur. Perubahan ini akan mengakibatkan jagung manis yang mula-mula terasa manis lambat laun akan mudah menjadi hambar (Sumoprastowo, 1998).
Kebutuhan jagung di Indonesia saat ini cukup besar, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering pertahun. Adapun konsumsi jagung terbesar untuk pangan dan industri pakan ternak. Halini dikarenakan sebanyak 51 % bahan baku pakanternak adalah jagung.
Sentra produksi jagung masihdidominasi di pulau jawa, yaitu sekitar 65 %, sedangkan diluar Pulau Jawa hanya sekitar 35 %. Hingga tahun 2003, produksi jagung di dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan. Untuk menutupi kekuranagannya, pemerintah mengimpor jagung dari beberapa negara produsen. Padahal, sejak tahun 2001 pemerintah telah menggalakkan sebuah program yang dikenal dengan sebutan Gema Palagung (Gerakan Mandiri Padi, Kedelai dan Jagung). Dengan adanya program tersebut, ternyata memang dapat memacu petani untuk meningkatkan produktivitasnya den terbukti dapat meningkatkan produksi jagung di dalam negri, tetapi tetap belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negri.
Sekarang banyak para petani melirik untuk menam jenis jagung manis. Jagung manis (Zea mays L.) sering disebut pula sweet corn belum lama dikenal di Indonesia. Pada mulanya dikenal melalui hasil yang dikalengkan dan pada awal tahun 1980-an mulai ditanam secara komersil dalam skala kecil untuk memenuhi kebutuhan hotel dan restaurant. Dengan berkembangnya took-toko swalayan baik besar maupun yang kecil dan bertambahnya permintaan maka berkembang juga lah pertanaman jagung manis ini.

1.2. Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk kandang sapi dan pupuk kandang ayam dengan dosis yang berbeda pada tanaman jagung.
2. Untuk mengamati pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung (Zea mays L.) yang tidak diberi pupuk (kontrol), diberi pupuk kandang dengan dosis 6 kg dan 12 kg per petak, dan diberi pupuk kandang ayam dengan dosis 6 kg dan 12 kg per petak.
3. Memenuhi syarat 1 SKS praktikum mata kuliah Pertanian Organik

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani dan Morfologi Tanaman Jagung Manis (Zea mays L.)
Tanaman jagung manis termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L.. Secara umum, klasifikasi dari tanaman jagung manis sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledone
Ordo : Graminae
Famili : Graminaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.
Jagung merupakan tanaman berakar serabut yang terdiri dari tiga tipe akar, yaitu akar lateral, akar adventif, dan akar udara. Akar lateral tumbuh dari radikula dan embrio. Akar adventif disebut juga akar tunjang. Akar ini tumbuh dari buku paling bawah, yaitu sekitar 4 cm dibawah permukaan tanah. Sementara akar udara adalah akar yang keluar dari dua atau lebih buku terbawah dekat permukaan tanah. Perkembangan akar jagung tergantung dari varietas, kesuburan tanah, dan keadaan air tanah.
Batang jagung tidak bercabang, berbentuk silinder, dan terdiri dari beberapa ruas dan buku ruas. Pada buku ruas akan muncul tunas yang berkembang menjadi tongkol. Tinggi batang jagung tergantung varietas dan tempat penanaman, umumnya berkisar 60 – 300 cm.
Daun jagung memanjang dan keluar dari buku-buku batang. Jumlah daun terdiri dari 8 – 12 helai tergantung varietasnya. Daun terdiri atas tiga bagian yaitu kelopak daun, lidah daun, dan helaian daun. Kelopak daun umumnya membungkus batang. Antara kelopak dan helaian daun terdapat lidah daun yang disebut ligula. Ligula ini berbulu dan berlemak. Fungsi dari ligula adalah mencegah air masuk kedalam kelopak dan batang.
Bunga jagung tidak memiliki petal dan sepal sehingga disebut tidak lengkap. Bunga jagung juga termasuk bunga sempurna karena bunga jantan dan betina berada pada bunga yang berbeda. Bunga jantan terdapat pada ujung batang. Adapun bunga betina terdapat diketiak daun ke-6 atau ke-8 dari bunga jantan.
Penyerbukan pada jagung terjadi bila serbuk sari dari bunga jantan jatuh dan menempel pada rambut tongkol. Pada jagung umumnya terjadi penyerbukan silang (cross pollinated crop). Penyerbukan terjadi dari serbuk sari tanaman lain. Sangat jarng terjadi penyerbukan yang serbuk sarinya bersal dari tanaman sendiri.
Biji jagung tersusun rapi pada tongkol. Dalam satu tongkol terdapat 200 -400 biji. Biji jagung terdiri dari bagian, bagian paling luar disebut periscarp. Bagian atau lapisan kedua yaitu endosperm yang merupakan cadangan makanan biji, sementara bagian paling dalam yaitu embrio atau lembaga.

2.2. Syarat Tumbuh
2.2.1. Tanah
Jenis tanah yang dapat ditanami jagung antara lain andosol, latosol, grumosol. Tanaman jagung akan tumbuh pada tanah yang subur, gembur, dan kaya akan humus.
PH tanah yang baikuntuk pertumbuhan tanaman jagung antara 5,6 – 7,5. pada tanah yang memiliki PH kurang dari 5,5 tanaman jagung tidak bisa tumbuh maksimal karena keracunan ion alumunium. Tanaman jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi baik.
Kemiringan tanah yang optimum untuk tanaman jagung maksimum 8 %. Halini dikarenakan kemungkinan terjadi erosi tanah sangat kecil. Pada daerah denga tingkat kemiringan 5 – 8 %, sebaiknya dilakukan pembentukan teras.Tanah denga kemiringan lebih dari 8 % kurang sesuai untuk penanaman jagung.
2.2.2. Iklim
Daerah yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung yaitu daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim subtropis / tropis basah.jagung dapat tumbuh didaerah yang terletak antara 50° LU – 40° LS. Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman memerlukan curah hujan ideal sekitar 85 – 200 mm/bulan selama masa pertumbuhan.
Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari secara langsung. Dengan demikian,hasil yang akan diperoleh akan maksimal. Suhu yang dikehendaki yaitu antara 27 – 32 ° C. pada proses perkecambahan, jagung memerlukan suhu sekitar 30° C.
Jagung termasuk tanaman yang membutuhkan air yang cukup banyak, terutama pada saat pertumbuhan awal,saat berbunga, dan saat pengisian biji. Kekurangan air pada staduimtertentu akan menyebabkan hasil yang menurun. Secara umum tanaman jagung membutuhkan 2 liter air pertanaman perhari saat kondisi panas dan berangin.

2.3. Karakteristik Jagung Manis
Dilihat dari penampilan fisiknya, tanaman jagung manis tidak berbeda dengan tanaman jagung normal, tetapi umumnya lebih pendek, batang dan tongkol lebih kecil, lebih genjah, tassel berwarna putih kekuning-kuningan dan rambut kuning. Sifat penampilan yang demikian karena seleksi diarahkan pada ukuran tongkol yang disukai konsumen (4-5 tongkol /kg) dan biji yang kuning bersih dari warna rambut yang coklat /merah.
Rasa lebih manis pada jagung manis disebabkan tingginya kadar gula pada endosperm (5 – 6 %) jika dibandingkan dengan jagung biasa (2 – 3 %). Kadar pati sekitar 10- 11 % dan kadar air sekitar 70 %.
Bila dipanen kering biji jagung manis keriput dan ringan sekali ( 100 biji jagung Arjuna ± 27 g, 100 biji jagung manis (10 g). Ini yang menyebabkan keperluan benih persatuan luas jauh lebih rendah dibandingkan jagung normal. Bila jagung normalperlu 15 – 20 kg/ha,maka jagung manis cukup 5 – 6 kg/ha.
2.3.1. Ciri-ciri Tanaman Jagung
Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1m sampai 3m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6m. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. Meskipun beberapa varietas dapat menghasilkan anakan (seperti padi), pada umumnya jagung tidak memiliki kemampuan ini.
Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman.
Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin.
Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis tidak mampu memproduksi pati sehingga bijinya terasa lebih manis ketika masih muda.

2.4. Stadia Pertumbuhan Jagung
2.4.1. Stadia Pertumbuhan Vegetatif
Stadia pertumbuhan vegetatif dihitung sejak tanaman mulai muncul ke permukaan tanah sampai saat mulai berbunga. Stadia perkecambahan dicirikan munculnya daun pertama, sedangkan penandaan stadia pertumbuhan vegetatif dihitung dari jumlah buku yang terbentuk pada batang utama. Stadia vegetatif umumnya dimulai pada buku ketiga.
2.4.2. Stadia Pertumbuhan Reproduktif
Stadia pertumbuhan reproduktif (generatif) dihitung sejak tanaman jagung mulai berbunga sampai terbentuknya tongkol buah.

2.5. Hama dan Penyakit
2.5.1. Hama
Hama penting pada tanaman jagung adalah:
1. Hama Lalat bibit (Atherigona exigua Stein)
Setelah 4-5 hari ditanam biasanya biji mulai tumbuh. Penyemprotan untuk mencegah/memberantas lalat bibit segera dilakukan setelah biji tumbuh dan tersembul di atas tanah. Penyemprotan dilakukan dengan interval 2-3 hari sekali. Pestisida dipergunakan adalah Basudin (Diazinon), Surecide dan lain-lain, dengan dosis 1,5- 2,5 cc/ liter air. Serangan lalat bibit ini berlangsung sampai tanaman berumur tanaman ± 3 minggu.
2. Ulat Agrotis (Agrotis sp.)
Hama ini menyerang pada waktu tanaman masih kecil. Dapat diberantas dengan cara mencari dan membunuh ulatnya, yang biasanya terdapat di dalam tanah atau sebelum ditanami, tanah diberi insektisida terlebih dahulu.
3. Ulat daun (Prodenia litura F.)
Menyerang pupuk daun pada waktu tanaman berumur 1 (satu) bulan. Pemberantasan agar dilakukan secepatnya dengan insektisida seperti terdapat pada serangan lalat bibit.
4. Penggerek daun (Sesamia inferens WLK.)
Menyerang pada waktu tanaman telah berbunga.
Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan penyemprotan segera setelah terlihat adanya telur-telur yang biasanya terletak di bawah daun pada saat menjelang berbunga.
5. Ulat tanah (Leucania unipuncta HAW.)
Menyerang daun tanaman dewasa, biasanya pada malam hari, sampai mencapai jumlah ratusan. Penyemprotan harus dilakukan setelah gejala pertama terlihat dan jangan sampai terlambat.
6. Ulat tongkol (Heliothis armigera)
Merupakan, ulat perusak tongkol yang penting. Penyemprotan harus segera dilakukan bilamana terlihat telur-telur yang biasanya diletakkan pada rambut (silk) dan bakal buah atau tongkol: Secara umum, penyemprotan sebaiknya dilakukan bilaman diperlukan saja, sehingga penggunaan- pertisida lebih efisien. Waktu yang baik untuk menyemprot adalah pagi hari antara jam 06.00 – 09.00 atau sore hari jam 16.00 -18.00
7. Monyet
8. Penggerek Batang jagung (Ostrinia furnacalis Guen)
2.5.2. Penyakit
Penyakit terpenting pada jagung adalah penyakit bulai, atau downy mildew (Sclerospora maydis Palm). Tanaman yang terserang daun-daunnya herwarna kuning keputih-putihan bergaris-garis klorotis sejajar dengan arah urat daun. Pada bagian bawah daun terdapat konidia berwarna putih seperti butiran-butiran tepung: Menyerang tanaman.muda sampai umur ± 45 hari.
Serangan pada tanaman semasa kecil sering mengakibatkan kematian: Serangan pada tanaman yang lebih besar mengakibatkan pertumbuhan tongkol yang tidak sempurna. Pemberantasan, dengan fungisida atau bahan kimia lain yang efektif sampai saat ini belum diketemukan. Usaha pemberantasannya yang dilakukan adalah dengan mencabut dan membakar tanaman yang terserang dan menanam kembali dengan varitas yang tahan. Dewasa ini terdapat beberapa. varitas yang tahan seperti DMR.S, DMR:3, dan beberapa varitas-hasil persilangan yang masih dalam pengujian (Harapan, DMR dan sebagainya).
Penyakit-penyakit penting yang lain yang terdapat pada jagung di antaranya adalah becak daun (Helminthosporium sp.) dan karat daun (Puccinia sorghi Sehw).

2.6. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman
2.6.1. Cara-cara Pengendalian Hama dan Penyakit
Cara-cara pengendalian hama dan penyakit pada tanaman jagung adalah sebagai berikut :
a). Kultur teknis
 Pembakaran tanaman
 Pengolahan tanah yang intensif.
b). Pengendalian fisik / mekanis
 Mengumpulkan larva atau pupa dan bagian tanaman yang terserang kemudian memusnahkannya.
 Penggunaan perangkap feromonoid seks untuk ngengat sebanyak 40 buah per hektar atau 2 buah per 500 m2 dipasang di tengah pertanaman sejak tanaman berumur 2 minggu.
c). Pengendalian hayati
Pemanfaatan musuh alami seperti : patogen Sl-NPV (Spodoptera litura – Nuclear Polyhedrosis Virus), cendawan Cordisep, Aspergillus flavus, Beauveria bassina, Nomuarea rileyi, dan Metarhizium anisopliae, bakteri Bacillus thuringensis, nematoda Steinernema sp., predator Sycanus sp., Andrallus spinideus, Selonepnis geminada, parasitoid Apanteles sp., Telenomus spodopterae, Microplistis similis, dan Peribeae sp.
d). Pengendalian kimiawi
Beberapa insektisida yang dianggap cukup efektif adalah monokrotofos, diazinon, khlorpirifos, triazofos, dikhlorovos, sianofenfos, dan karbaril apabila berdasarkan hasil pengamatan tanaman contoh, intensitas serangan mencapai lebih atau sama dengan 12,5 % per tanaman contoh. Penggerek tongkol jagung (Helicoverpa armigera Hbn. Noctuidae: Lepidotera) Imago betina H. armigera meletakkan telur pada rambut jagung. Rata-rata produksi telur imago betina adalah 730 butir, telur menetas dalam tiga hari setelah diletakkan. Larva spesies ini terdiri dari lima sampai tujuh instar. Khususnya pada jagung, masa perkembangan larva pada suhu 24 sampai 27,2 oC adalah 12,8 sampai 21,3 hari. Larva serangga ini memiliki sifat kanibalisme . Spesies ini mengalami masa pra pupa selama satu sampai empat hari. Masa pra pupa dan pupa biasanya terjadi dalam tanah dan kedalamannya bergantung pada kekerasan tanah.
Pupa pada umumnya pupa terbentuk pada kedalaman 2,5 sampai 17,5 cm. Terkadang pula serangga ini berpupa pada permukaan tumpukan limbah tanaman atau pada kotoran serangga ini yang terdapat pada tanaman. Pada kondisi lingkungan mendukung, fase pupa bervariasi dari enam hari pada suhu 35 oC sampai 30 hari pada suhu 15 oC.
Imago betina akan meletakkan telur pada silk jagung dan sesaat setelah menetas larva akan menginvasi masuk kedalam tongkol dan akan memakan biji yang sedang mengalami perkembangan. Infestasi serangga ini akan menurunkan kualitas dan kuantitas tongkol jagung.



2.7. Pupuk Kandang
Pupuk kandang ialah zat organik yang digunakan sebagai pupuk organik dalam pertanian. Pupuk kandang berperan dalam kesuburan tanah dengan menambahkan zat dan nutrien, seperti nitrogen yang ditangkap bakteri dalam tanah.Organisme yang lebih tinggi kemudian hidup dari jamur dan bakteri dalam rantai kehidupan yang membantu jaring makanan tanah. Dalam pengelolaan tanah, pupuk kandang dapat dikelompokkan menjadi 3 macam, yakni pupuk hewan, kompos, dan pupuk hijau.
Pupuk kandang (pukan) juga didefinisikan sebagai semua produk buangan dari binatang peliharaan yang dapat digunakan untuk menambah hara, memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah.
2.7.1. Pupuk Kandang Padat
Pupuk kandang padat yaitu kotoran ternak yang berupa padatan baik yang belum dikomposkan maupun yang sudah dikomposkan sebagai sumber hara terutama N bagi tanaman dan dapat memperbaiki sifat kimia, biologi dan fisik tanah.
2.7.2. Pupuk Kandang Cair
Pupuk kandang cair merupakan pukan berbentuk cair yang berasal dari kotoran hewan yang masih segar yang bercampur dengan urine hewan atau kotoran hewan yang dilarutkan dalam air dalam perbandingan tertentu. Umumnya urine hewan yang cukup banyak dan telah dimanfaatkan oleh petani adalah urine sapi, kerbau, kuda, babi, dan kambing.
2.7.3. Pupuk Kandang Sapi
Diantara jenis pukan, pukan sapilah yang memiliki kadar serat yang tinggi seperti selulosa,. Tingginya kadar C dalam pukan sapi menghambat penggunaan langsung ke lahan pertanian karena akan menekan pertumbuhan tanaman utama. Penekanan pertumbuhan terjadi karena mikroba dekomposer akan menggunakan N yang tersedia untuk mendekomposisi bahan organik tersebut sehingga tanaman utama akan kekurangan N. Untuk memaksimalkan penggunaan pukan sapi harus dilakukan pengomposan agar menjadi kompos pukan sapi dengan rasio C/N dibawah 20.
Selain masalah rasio C/N, pemanfaatan pukan sapi secara langsung juga berkaitan dengan kadar air yang tinggi. Petani umumnya menyebutnya sebagai pupuk dingin. Bila pukan dengan kadar air yang tinggi diaplikasikan secara langsung akan memerlukan tenaga yang lebih banyak serta proses pelepasan amoniak masih berlangsung.
2.7.4. Pupuk Kandang Ayam
Pemanfaatan pukan ayam termasuk luas. Umumnya dipergunakan oleh petani sayuran. Pupuk kandang ayam broiler mempunyai kadar hara P yang relatif lebih tinggi dari pukan lainnya. Kadar hara ini sangat dipengaruhi oleh jenis konsentrat yang diberikan. Selain itu, dalam kotoran ayam tersebut tercampur sisa-sisa makanan ayam serta sekam sebagai alas kandang yang dapat menyumbangkan tambahan kadar hara kedalam pukan.
Beberapa hasil penelitian aplikasi pukan ayam selalu memberikan respon yang terbaik pada musim pertama. Hal ini terjadi karena pukan ayam relatif lebih cepat terdekomposisi serta mempunyai kadar hara yang cukup jika dibandingkan dengan pukan yang lainnya. Pemanfaatan pukan ayam ini bagi pertanian organik menemui kendala karena pukan ayam mengandung beberapa hormon yang mempercepat pertumbuhan ayam.

BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum mata kuliah Pertanian Organik ini dilaksanakan dari tanggal 18 Oktober 2009 sampai dengan 5 Desember 2009 pada pukul 10.00 – 11.30 WIB yang bertempat di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Jambi.

3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum ini yaitu : cangkul, parang, meteran, ember, gembor, mistar, dan alat tulis.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu : benih (biji) jagung manis, pupuk kandang ayam, dan pupuk kandang sapi.

3.1 Prosedur Pelaksanaan Praktikum
Cara kerja dalam praktikum ini yaitu :
1. Persiapan Lahan
Persiapan lahan meliputi dari pembersihan lahan sebelum pengelolahan tanah, pengelolahan tanah, dan pemberian pupuk kandang sapi sebagai pupuk dasar pada petakan.
Pembersihan lahan sebelum pengelolahan tanah dilakukan pada tanggal 18 oktober 2009, dengan membersihkan lahan yang akan dikelolah dari semak belukar, kayu-kayu aatau kotoran yang dapat mengganggu dalam pengelolahan tanah.
Pengelolahan tanah dilakukana pada tanggal 18 oktober 2009, dengan membuat petakan yang berukuran 2 m x 3 m.
Pemberian pupuk dasar dilakukan setelah lahan selesai dibentuk, yaitu dengan perlakuan kontrol, pupuk kandang ayam 6 kg, pupuk kandang ayam 12 kg, pupuk kandang sapi 6 kg, dan pupuk kandang sapi 12 kg untuk luasan lahan 2 x 3 m, dan dibiarkan ± 1 minggu sebelum ditanam.


2. Penanaman
Penanaman dilakukan pada tanggal 31 Oktober 2009 dengan jarak tanam 75 cm x 20 cm sehingga didapatkan 32 lubang tanam dan setiap lubang tanamn di isi 2 benih jagung manis.
3. Pemasangan Ajir
Pemasanagn ajir ini dilakukan pada pengamatan pertama yaitu pada tanggal 7 November 2009, dengan tinggi ajir 40 cm dan yang dibenamkan kedalam tanah 10 cm sehingga didapatkan tinggi ajir pada permukaan tanah 30 cm.
4. Pemeliharaan.
Pemeliharaan tanaman meliputu penyulaman, pemupukan, penyiraman, dan pengendalian terhadap gulma disekitar tanaman.
Penyulaman dilakukan setelah tanaman berumur 1 minggu atau pada tanggal 7 November 2009 dengan meninggalkan 1 tanaman perlubang tanam sehingga didapatkan dalam satu petakan terdapat 32 tanaman jagung manis.
Pemupukan dilakukan pada petakan buka atau pada tanggal 24 Oktober 2009 dengan memberikannya pada tanaman secara dicampur dengan tanah .
Penyiraman disesuaikan dengan kondisi curah hujan yang terjadi pada saat penanaman. Karena pada saat penanaman, seringnya turun hujan dalam frekuensi yang sering dan volume yang banyak maka penyiraman jarang dilakukan. Namun tetap saja dilakukan jika hari tidak hujan.
Pengendalian gulma disekitar tanaman dilakukan setiap minggunya atau dilakukan pencabutan gulma secara manual hingga tanaman memasuki fase generatif.
Kelompok 2 terdiri dari 3 orang, dan setiap orang bertanggung jawab atas tiap barisan atau yanaman jagumg manis dalam satu petakan.






5. Panen
Pada praktikum ini hampir semua tongkol jagung tidak dapat dipanen. Hal ini dikarenakan adanya serangan hama monyet yang menggambil buah jagung (baby corn ). Ini terbukti dari buah jagung yang sudah tidak ada lagi dan patahnya tanaman jagung akibat serangan dari hama monyet.

3.4. Parameter Yang Diamati
3.4.1. Tinggi Tanaman (cm)
Pengamatan tinggi tanaman dilakukan setiap minggunya. Mulai dari minggu pertama sampai tanaman memasuki fase generatif. Untuk membantu pengukuran, digunakan patokan dari ajir yang dipakai dan pengukuran dilakukan dengan menggunakan meteran.
3.4.2. Banyak Daun
Pengamatan banyak daun dilakukan setiap minggunya. Mulai dari minggu pertama sampai tanaman memasuki fase generatif.
3.4.3. Umur Berbunga
Pengamatan ini dilakukan pada saat tanaman memasuki fase generatif. Untuk setiap tanaman masa berbunganya berbeda-beda. Jadi untuk pengamatan ini, dihitung berapa banyak tanaman yang telah berbunga disetiap minggunya.



4.2. Pembahasan
4.2.1. Luas Petakan dan Jarak Tanam
Petakan tanam yang dibuat dalam praktikum ini berukuran 2 m × 3 m. Jadi luas petakan tanamnya adalah 6 m2. Dalam penanaman, jarak tanam yang digunakan adalah 20 cm × 75 cm dan populasi tanaman setiap lubang tanam adalah satu populasi sehingga dalam satu petakan tedapat 32 tanaman jagung.



















Keterangan :
× = tanaman jagung
a = 20 cm
b = 75 cm
4.2.2. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Jagung
Dari data di atas terlihat bahwa semua tanaman jagung yang ditanam dapat tumbuh. Tetapi tidak semua tanaman jagung dapat tumbuh dengan baik karena diberikan perlakuan yang berbeda-beda pada setiap petakan. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut :
1. Kontrol (tidak diberi pupuk)
Tanaman jagung tetap dapat tumbuh tetapi pertumbuhannya terhambat dan tanaman menjadi kerdil karena tanaman kekurangan unsur hara yang dibutuhkannya.
2. Pupuk kandang ayam dengan dosis 6 kg dan 12 kg
Tanaman jagung yang diberi pukan ayam dapat tumbuh dengan baik dan lebih cepat berbuah terutama untuk tanaman yang diberi pupuk ayam dengan dosis 12 kg per petakan.
3. Pupuk kandang sapi dengan dosis 6 kg dan 12 kg
Tanaman jagung yang diberi pukan sapi juga dapat tumbuh dengan baik dan dapat berbuah dengan baik tetapi tidak sebaik tanaman jagung yang diberi pukan ayam.
4.2.3. Hasil Panen Tanaman Jagung
Dalam praktikum ini terjadi gagal panen karena lahan/petakan jagung diserang oleh hama monyet dan buah jagung yang masih kecil (baby corn) dipetik/diambil oleh monyet-monyet yang menyerang lahan jagung tersebut.

4.3. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan dan pembahasan praktikum di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Perbedaan jumlah atau dosis pupuk kandang yang diberikan ternyata mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung.
2. Pupuk kandang ayam dengan dosis 12 kg per petak memberikan hasil pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung yang terbaik.
3. Pupuk kandang ayam merupakan pupuk kandang yang paling baik (efektif) untuk diaplikasikan kelahan tanaman jagung.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2005. Jagung Manis (Sweet Corn). http://www.iptek.net.id/ind/teknologi_pangan/index.php?mnu=2&id=303
_________. 2009. Jagung. http://id.wikipedia.org/wiki/Jagung
_________. 2009. Pupuk Kandang. http://id.wikipedia.org/wiki/Pupuk_kandang
Decoteau, D. R.. 2000. Vegetable Crops. Prentice-Hall, Inc., New Jersey.
Hartatik, W., dan L. R. Widowati. 2009. Pupuk Kandang. http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/buku/pupuk/pupuk4.pdf
Sherf, A. F., and A. A. Macnab., 1986. Vegetable Disease and Their Control. Second Edition. John Wiley and Sons, New York.
Sinambela, J. 2009. Jagung Manis, Pupuk N, Pupuk Zn. http://onenk65.blogspot.com/2009/10/jagung-manis-pupuk-n-pupuk-zn.html
Splittstoesser, W. E., 1984. Vegetable Growing Handbook. Second Edition. Published by Van Nostrand Reinhold Company, New York.
Sumoprastowo, R. M., 1998. Memilih dan Menyimpan Sayur-Mayur, Buah-Buahan, dan Bahan Makanan. Jakarta : Bumi Aksara.
Tiur, H. 2008. Fotokopian Kuliah Budidaya Tanaman Pangan Utama “ Jagung (zea mays )”. Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Jambi.

Selasa, 02 Februari 2010

Pertumbuhan Kedelai (Glycine max L.)

PENGAMATAN PERTUMBUHAN TANAMAN KEDELAI(Glycine max L.) VARIETAS TANGGAMUS DENGAN POPULASI SATU (P1V4)

Oleh :

Yohanes Bayu Suharto

D1A108038

AGRONOMI

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI





BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kedelai (Glycine max (L.) Merill) adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur seperti kecap, tahu, dan tempe. Berdasarkan peninggalan arkeologi, tanaman ini telah dibudidayakan sejak 3500 tahun yang lalu di Asia Timur. Kedelai putih diperkenalkan ke Nusantara oleh pendatang dari Cina sejak maraknya perdagangan dengan Tiongkok, sementara kedelai hitam sudah dikenal lama orang penduduk setempat. Kedelai merupakan sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia. Penghasil kedelai utama dunia adalah Amerika Serikat meskipun kedelai praktis baru dibudidayakan masyarakat di luar Asia setelah 1910.

Di Indonesia, kedelai menjadi sumber gizi protein nabati utama, meskipun Indonesia harus mengimpor sebagian besar kebutuhan kedelai. Ini terjadi karena kebutuhan Indonesia yang tinggi akan kedelai putih. Kedelai putih bukan asli tanaman tropis sehingga hasilnya selalu lebih rendah daripada di Jepang dan Cina. Pemuliaan serta domestikasi belum berhasil sepenuhnya mengubah sifat fotosensitif kedelai putih. Di sisi lain, kedelai hitam yang tidak fotosensitif kurang mendapat perhatian dalam pemuliaan meskipun dari segi adaptasi lebih cocok bagi Indonesia.

Kedelai merupakan tumbuhan serbaguna. Karena akarnya memiliki bintil pengikat nitrogen bebas, kedelai merupakan tanaman dengan kadar protein tinggi sehingga tanamannya digunakan sebagai pupuk hijau dan pakan ternak.

Pemanfaatan utama kedelai adalah dari biji. Biji kedelai kaya protein dan lemak serta beberapa bahan gizi penting lain, misalnya vitamin (asam fitat) dan lesitin. Olahan biji dapat dibuat menjadi tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tepung kedelai, taosi, tauco, dan minyak kedelai.

Kebutuhan kedelai di Indonesia setiap tahun selalu meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan perbaikan pendapatan perkapita. Oleh karena itu, diperlukan suplai kedelai tambahan yang harus diimpor karena produksi dalam negeri belum dapat mencukupi kebutuhan tersebut. Lahan budidaya kedelai pun diperluas dan produktivitasnya ditingkatkan. Untuk pencapaian usaha tersebut, diperlukan pengenalan mengenai tanaman kedelai yang lebih mendalam.

1.2. Tujuan Praktikum

Praktikum ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui pertumbuhan tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merill) verietas Tanggamus dengan populasi satu (P1V4).

2. Memenuhi syarat 1 SKS praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Agronomi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Asal Usul dan Taksonomi Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merill)

Kedelai merupakan tanaman asli Daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedelai juga ikut tersebar ke berbagai negara tujuan perdagangan tersebut, yaitu Jepang, Korea, Indonesia, India, Australia, dan Amerika. Kedelai mulai dikenal di Indonesia sejak abad ke-16. Awal mula penyebaran dan pembudidayaan kedelai yaitu di Pulau Jawa, kemudian berkembang ke Bali, Nusa Tenggara, dan pulau- pulau lainnya. Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan Soja max. Namun pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merill. Klasifikasi tanaman kedelai adalah sebagai berikut :

Divisio : Spermatophyta

Classis : Dicotyledoneae

Ordo : Rosales

Familia : Papilionaceae

Genus : Glycine

Species : Glycine max (L.) Merill

2.2. Morfologi Tanaman Kedelai

Tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak, dan merupakan tanaman semusim. Morfologi tanaman kedelai didukung oleh komponen utamanya, yaitu akar, batang, daun, bunga, polong, dan biji sehingga pertumbuhannya bisa optimal.

2.2.1. Akar

Akar kedelai mulai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar mesofil. Calon akar tersebut kemudian tumbuh dengan cepat ke dalam tanah, sedangkan kotiledon yang terdiri dari dua keping akan terangkat ke permukaan tanah akibat pertumbuhan yang cepat dari hipokotil.

Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam, yaitu akar tunggang dan akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Selain itu kedelai juga seringkali membentuk akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Pada umumnya, akar adventif terjadi karena cekaman tertentu, misalnya kadar air tanah yang terlalu tinggi.

Perkembangan akar kedelai sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik dan kimia tanah, jenis tanah, cara pengolahan lahan, kecukupan unsur hara, serta ketersediaan air di dalam tanah.

2.2.2. Batang dan Cabang

Hipokotil pada proses perkecambahan merupakan bagian batang, mulai dari pangkal akar sampai kotiledon. Hipokotil dan dua keping kotiledon yang masih melekat pada hipokotil akan menerobos ke permukaan tanah. Bagian batang kecambah yang berada diatas kotiledon tersebut dinamakan epikotil.

Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe determinate dan indeterminate. Perbedaan sistem pertumbuhan batang ini didasarkan atas keberadaan bunga pada pucuk batang. Pertumbuhan batang tipe determinate ditunjukkan dengan batang yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai berbunga. Sementara pertumbuhan batang tipe indeterminate dicirikan bila pucuk batang tanaman masih bisa tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai berbunga. Disamping itu, ada varietas hasil persilangan yang mempunyai tipe batang mirip keduanya sehingga dikategorikan sebagai semi-determinate atau semi- indeterminate.

Cabang akan muncul di batang tanaman. Jumlah cabang tergantung dari varietas dan kondisi tanah, tetapi ada juga varietas kedelai yang tidak bercabang.

2.2.3. Daun

Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu stadia kotiledon yang tumbuh saat tanaman masih berbentuk kecambah dengan dua helai daun tunggal dan daun bertangkai tiga (trifoliate leaves) yang tumbuh selepas masa pertumbuhan.

Umumnya, bentuk daun kedelai ada dua, yaitu bulat (oval) dan lancip (lanceolate). Kedua bentuk daun tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik. Daun mempunyai stomata, berjumlah antara 190-320 buah/m2.

Umumnya, daun mempunyai bulu dengan warna cerah dan jumlahnya bervariasi. Panjang bulu bisa mencapai 1 mm dan lebar 0,0025 mm. Kepadatan bulu bervariasi, tergantung varietas, tetapi biasanya antara 3 - 20 buah/mm2. Jumlah bulu pada varietas berbulu lebat, dapat mencapai 3 - 4 kali lipat dari varietas yang berbulu normal. Contoh varietas yang berbulu lebat yaitu IAC100, sedangkan varietas yang berbulu jarang yaitu Wilis, Dieng, Anjasmoro, dan Mahameru.

Lebat-tipisnya bulu pada daun kedelai berkait dengan tingkat toleransi varietas kedelai terhadap serangan jenis hama tertentu. Hama penggerek polong ternyata sangat jarang menyerang varietas kedelai yang berbulu lebat.

2.2.4. Bunga

Tanaman kacang-kacangan, termasuk tanaman kedelai, mempunyai dua stadia tumbuh, yaitu stadia vegetatif dan stadia reproduktif. Stadia vegetatif mulai dari tanaman berkecambah sampai saat berbunga, sedangkan stadia reproduktif mulai dari pembentukan bunga sampai pemasakan biji. Tanaman kedelai di Indonesia sebagian besar mulai berbunga pada umur antara 5-7 minggu. Tanaman kedelai termasuk peka terhadap perbedaan panjang hari, khususnya saat pembentukan bunga. Bunga kedelai menyerupai kupu-kupu.

Tangkai bunga umumnya tumbuh dari ketiak tangkai daun yang diberi nama rasim. Jumlah bunga pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 2 - 25 bunga, tergantung kondisi lingkungan tumbuh dan varietas kedelai. Bunga pertama yang terbentuk umumnya pada buku kelima, keenam, atau pada buku yang lebih tinggi.

Pembentukan bunga juga dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Pada suhu tinggi dan kelembaban rendah, jumlah sinar matahari yang jatuh pada ketiak tangkai daun lebih banyak. Hal ini akan merangsang pembentukan bunga.

Setiap ketiak tangkai daun yang mempunyai kuncup bunga dan dapat berkembang menjadi polong disebut sebagai buku subur. Tidak setiap kuncup bunga dapat tumbuh menjadi polong, hanya berkisar 20-80%. Jumlah bunga yang rontok tidak dapat membentuk polong yang cukup besar. Rontoknya bunga ini dapat terjadi pada setiap posisi buku pada 1 - 10 hari setelah mulai terbentuk bunga.

Periode berbunga pada tanaman kedelai cukup lama yaitu 3-5 minggu untuk daerah subtropik dan 2-3 minggu di daerah tropik, seperti di Indonesia. Jumlah bunga pada tipe batang determinate umumnya lebih sedikit dibandingkan pada batang tipe indeterminate. Warna bunga yang umum pada berbagai varietas kedelai hanya dua, yaitu putih dan ungu.

2.2.5. Polong dan Biji

Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap kelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50, bahkan ratusan. Kecepatan pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah proses pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau menjadi kuning kecoklatan pada saat masak.

Di dalam polong terdapat biji yang berjumlah 2-3 biji. Setiap biji kedelai mempunyai ukuran bervariasi, mulai dari kecil (sekitar 7-9 g/100 biji), sedang (10-13 g/100 biji), dan besar (>13 g/100 biji). Bentuk biji bervariasi, tergantung pada varietas tanaman, yaitu bulat, agak gepeng, dan bulat telur. Namun demikian, sebagian besar biji berbentuk bulat telur.

Biji kedelai terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu kulit biji dan janin (embrio). Pada kulit biji terdapat bagian yang disebut pusar (hilum) yang berwarna coklat, hitam, atau putih. Pada ujung hilum terdapat mikrofil, berupa lubang kecil yang terbentuk pada saat proses pembentukan biji. Warna kulit biji bervariasi, mulai dari kuning, hijau, coklat, hitam, atau kombinasi campuran dari warna-warna tersebut.

Biji kedelai tidak mengalami masa dormansi sehingga setelah proses pembijian selesai, biji kedelai dapat langsung ditanam. Namun demikian, biji tersebut harus mempunyai kadar air berkisar 12-13%.

2.2.6. Bintil Akar dan Fiksasi Nitrogen

Tanaman kedelai dapat mengikat nitrogen (N2) di atmosfer melalui aktivitas bekteri pengikat nitrogen, yaitu Rhizobium japonicum. Bakteri ini terbentuk di dalam akar tanaman yang diberi nama nodul atau bintil akar. Keberadaan Rhizobium japonicum di dalam tanah memang sudah ada karena tanah tersebut ditanami kedelai atau memang sengaja ditambahkan ke dalam tanah. Nodul atau bintil akar tanaman kedelai umumnya dapat mengikat nitrogen dari udara pada umur 10 – 12 hari setelah tanam, tergantung kondisi lingkungan tanah dan suhu. Kelembaban tanah yang cukup dan suhu tanah sekitar 25°C sangat mendukung pertumbuhan bintil akar tersebut. Perbedaan warna hijau daun pada awal pertumbuhan (10 – 15 hst) merupakan indikasi efektivitas Rhizobium japonicum. Namun demikian, proses pembentukan bintil akar sebenarnya sudah terjadi mulai umur 4 – 5 hst, yaitu sejak terbentuknya akar tanaman.

Kemampuan memfikasi N2 ini akan bertambah seiring dengan bertambahnya umur tanaman, tetapi maksimal hanya sampai akhir masa berbunga atau mulai pembentukan biji. Setelah masa pembentukan biji, kemampuan bintil akar memfikasi N2 akan menurun bersamaan dengan semakin banyaknya bintil akar yang tua dan luruh. Di samping itu, juga diduga karena kompetisi fotosintesis antara proses pembentukan biji dengan aktivitas bintil akar.

2.3. Stadia Pertumbuhan Kedelai

2.3.1. Stadia Pertumbuhan Vegetatif

Stadia pertumbuhan vegetatif dihitung sejak tanaman mulai muncul ke permukaan tanah sampai saat mulai berbunga. Stadia perkecambahan dicirikan dengan adanya kotiledon, sedangkan penandaan stadia pertumbuhan vegetatif dihitung dari jumlah buku yang terbentuk pada batang utama. Stadia vegetatif umumnya dimulai pada buku ketiga.

2.3.2. Stadia Pertumbuhan Reproduktif

Stadia pertumbuhan reproduktif (generatif) dihitung sejak tanaman kedelai mulai berbunga sampai pembentukan polong, perkembangan biji, dan pemasakan biji.


2.4. Lingkungan Tumbuh Tanaman Kedelai

Untuk mencapai pertumbuhan tanaman yang optimal, tanaman kedelai memerlukan kondisi lingkungan tumbuh yang optimal pula. Tanaman kedelai sangat peka terhadap perubahan faktor lingkungan tumbuh, khususnya tanah dan iklim. Kebutuhan air sangat tergantung pada pola curah hujan yang turun selama pertumbuhan, pengelolaan tanaman, serta umur varietas yang ditanam.

Tanah dan iklim merupakan dua komponen lingkungan tumbuh yang berpengaruh pada pertumbuhan tanaman kedelai. Pertumbuhan kedelai tidak bisa optimal bila tumbuh pada lingkungan dengan salah satu komponen lingkungan tumbuh optimal. Hal ini dikarenakan kedua komponen ini harus saling mendukung satu sama lain sehingga pertumbuhan kedelai bisa optimal.

2.4.1. Tanah

Tanaman kedelai sebenarnya dapat tumbuh di semua jenis tanah, namun demikian, untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan produktivitas yang optimal, kedelai harus ditanam pada jenis tanah berstruktur lempung berpasir atau liat berpasir. Hal ini tidak hanya terkait dengan ketersediaan air untuk mendukung pertumbuhan, tetapi juga terkait dengan faktor lingkungan tumbuh yang lain.

Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan pertanaman kedelai yaitu kedalaman olah tanah yang merupakan media pendukung pertumbuhan akar. Artinya, semakin dalam olah tanahnya maka akan tersedia ruang untuk pertumbuhan akar yang lebih bebas sehingga akar tunggang yang terbentuk semakin kokoh dan dalam. Pada jenis tanah yang bertekstur remah dengan kedalaman olah lebih dari 50 cm, akar tanaman kedelai dapat tumbuh mencapai kedalaman 5 m. Sementara pada jenis tanah dengan kadar liat yang tinggi, pertumbuhan akar hanya mencapai kedalaman sekitar 3 m.

2.4.2. Iklim

a. Suhu

Tanaman kedelai dapat tumbuh pada kondisi suhu yang beragam. Suhu tanah yang optimal dalam proses perkecambahan yaitu 30°C. Bila tumbuh pada suhu tanah yang rendah (<15°c),>30°C), banyak biji yang mati akibat respirasi air dari dalam biji yang terlalu cepat.

Disamping suhu tanah, suhu lingkungan juga berpengaruh terhadap perkembangan tanaman kedelai. Bila suhu lingkungan sekitar 40°C pada masa tanaman berbunga, bunga tersebut akan rontok sehingga jumlah polong dan biji kedelai yang terbentuk juga menjadi berkurang. Suhu yang terlalu rendah (10°C), seperti pada daerah subtropik, dapat menghambat proses pembungaan dan pembentukan polong kedelai. Suhu lingkungan optimal untuk pembungaan bunga yaitu 24 -25°C.

b. Panjang hari (photoperiode)

Tanaman kedelai sangat peka terhadap perubahan panjang hari atau lama penyinaran sinar matahari karena kedelai termasuk tanaman “hari pendek”. Artinya, tanaman kedelai tidak akan berbunga bila panjang hari melebihi batas kritis, yaitu 15 jam perhari. Oleh karena itu, bila varietas yang berproduksi tinggi dari daerah subtropik dengan panjang hari 14 – 16 jam ditanam di daerah tropik dengan rata-rata panjang hari 12 jam maka varietas tersebut akan mengalami penurunan produksi karena masa bunganya menjadi pendek, yaitu dari umur 50 – 60 hari menjadi 35 – 40 hari setelah tanam. Selain itu, batang tanaman pun menjadi lebih pendek dengan ukuran buku subur juga lebih pendek.

c. Distribusi curah hujan

Hal yang terpenting pada aspek distribusi curah hujan yaitu jumlahnya merata sehingga kebutuhan air pada tanaman kedelai dapat terpenuhi. Jumlah air yang digunakan oleh tanaman kedelai tergantung pada kondisi iklim, sistem pengelolaan tanaman, dan lama periode tumbuh. Namun demikian, pada umumnya kebutuhan air pada tanaman kedelai berkisar 350 – 450 mm selama masa pertumbuhan kedelai. Pada saat perkecambahan, faktor air menjadi sangat penting karena akan berpengaruh pada proses pertumbuhan. Kebutuhan air semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Kebutuhan air paling tinggi terjadi pada saat masa berbunga dan pengisian polong. Kondisi kekeringan menjadi sangat kritis pada saat tanaman kedelai berada pada stadia perkecambahan dan pembentukan polong. Untuk mencegah terjadinya kekeringan pada tanaman kedelai, khususnya pada stadia berbunga dan pembentukan polong, dilakukan dengan waktu tanam yang tepat, yaitu saat kelembaban tanah sudah memadai untuk perkecambahan. Selain itu, juga harus didasarkan pada pola distribusi curah hujan yang terjadi di daerah tersebut. Tanaman kedelai sebenarnya cukup toleran terhadap cekaman kekeringan karena dapat bertahan dan berproduksi bila kondisi cekaman kekeringan maksimal 50% dari kapasitas lapang atau kondisi tanah yang optimal.

Selama masa stadia pemasakan biji, tanaman kedelai memerlukan kondisi lingkungan yang kering agar diperoleh kualitas biji yang baik. Kondisi lingkungan yang kering akan mendorong proses pemasakan biji lebih cepat dan bentuk biji yang seragam.

2.5. Hama dan Penyakit pada Tanaman Kedelai

Hama-hama yang biasa menyerang tanaman kedelai di lahan antara lain adalah : Aphis spp. (Aphis glycine), Melano Agromyza phaseoli, kumbang daun tembukur (Phaedonia inclusa), cantalan (Epilachana soyae), ulat polong (Etiela zinchenella), kepala polong (Riptortus linearis), lalat kacang (Ophiomyia phaseoli), kepik hijau (Nezara viridula), dan ulat grayak (Prodenia litura).

Beberapa penyakit yang biasa menyerang tanaman kedelai di lahan antara lain adalah : penyakit layu bakteri (Pseudomonas solanacearum), penyakit layu (jamur tanah : Sclerotium rolfsii), penyakit lapu (Witches Broom : virus), penyakit anthracnose (cendawan Colletotrichum glicyne Mori), penyakit karat (cendawan Pachyrizi phakospora), penyakit bercak daun bakteri (Xanthomonas phaseoli), penyakit busuk batang (cendawan Phytium sp.), virus mosaik (virus), dan penyakit Fusarium root Rot.

2.6. Pupuk

Pupuk adalah material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu berproduksi dengan baik. Material pupuk dapat berupa bahan organik ataupun non-organik (mineral). Pupuk berbeda dari suplemen. Pupuk mengandung bahan baku yang diperlukan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sementara suplemen seperti hormon tumbuhan membantu kelancaran proses metabolisme. Meskipun demikian, ke dalam pupuk, khususnya pupuk buatan, dapat ditambahkan sejumlah material suplemen.

Dalam pemberian pupuk perlu diperhatikan kebutuhan tumbuhan tersebut, agar tumbuhan tidak mendapat terlalu banyak zat makanan. Terlalu sedikit atau terlalu banyak zat makanan dapat berbahaya bagi tumbuhan. Pupuk dapat diberikan lewat tanah ataupun disemprotkan ke daun. Pupuk juga biasa diartikan sebagai suatu bahan yang digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah (Sarwono, 2007).

2.6.1. Macam-macam Pupuk Tunggal

1. Pupuk N

Pupuk N adalah pupuk yang mengandung unsur hara nitrogen (N). Pupuk buatan yang mengandung N ini antara lain adalah pupuk ZA (amonium sulfat), urea, dan ASN (amonium sulfat nitrat). Manfaat dari pupuk N ini adalah sebagai berikut :

a. Memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman.

b. Sebagai penyusun zat hijau daun (klorofil).

c. Meningkatkan kadar protein hasil panen.

2. Pupuk P

Pupuk P adalah pupuk yang mengandung unsur hara fosfor (P). Pupuk buatan yang mengandung unsur P ini antara lain adalah DSP (double superphosphate), TSP (triple superphosphate), SP-36, FMP (fused magnesium phosphate), agrophos, dan lain-lain. Manfaat dari pupuk P ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk pembelahan sel dan pembentukan albumin.

b. Pembentukan bunga, buah, dan biji.

c. Mempercepat pematangan.

d. Memperkuat batang agar tidak mudah roboh dan perkembangan akar.

e. Memeperbaiki kualitas tanaman terutama sayur-mayur dan makanan ternak.

3. Pupuk K

Pupuk K adalah pupuk yang mengandung unsur hara kalium (K). Pupuk buatan yang mengandung unsur K ini antara lain adalah ZK (kalium sulfat), KCl (kalium chlorida), dan kalium magnesium sulfat. Manfaat dari pupuk K ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk pembentukan pati.

b. Mengaktifkan enzim.

c. Pembukaan stomata (mengatur pernafasan dan penguapan).

d. Mengatur proses fisiologis dan metabolik dalam sel tanaman.

e. Mempengaruhi penyerapan unsur-unsur lain.

f. Perkembangan akar.

g. Mempertinggi daya tahan terhadap kekeringan dn penyakit.

Dalam melakukan pemupukan ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu :

1. Tanaman-tanaman yang akan dipupuk.

2. Jenis tanah yang akan dipupuk.

3. Jenis pupuk yang digunakan.

4. Dosis (jumlah) pupuk yang digunakan.

5. Waktu pemupukan.

6. Cara pemupukan.


BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan selama 12 minggu di mulai dari tanggal 10 Oktober 2009 sampai dengan 2 Januari 2010. Dan praktikum ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Jambi.

3.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum ini yaitu : cangkul, parang, bambu, kayu, gunting, tali plastik, meteran, ember, gembor, mistar, kantong plastik, dan alat tulis.

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu : benih (biji) kedelai, pupuk kandang, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk KCl, air, dan insektisida.

3.3. Prosedur Pelaksanaan Praktikum

Prosedur pelaksanaan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :

1. Mempersiapkan lahan

Dalam mempersiapkan lahan untuk menanam kedelai yang dilakukan adalah membersihkan areal lahan dan membuat petakan tanam yang berukuran 1 m × 2,5 m, lalu pada petakan tersebut ditaburkan pupuk kandang sebagai pupuk dasarnya. Persiapan lahan ini dilaksanakan pada tanggal 10 Oktober 2009.

2. Penanaman benih kedelai

Benih kedelai yang ditanam adalah benih kedelai varietas Tanggamus dengan populasi dua (setiap lubang tanam diberikan dua benih). Namun setelah benih tumbuh menjadi tanaman, satu tanaman dipotong sehingga populasinya menjadi satu tanaman setiap lubang. Benih ditanam dengan jarak 20 cm × 40 cm. Penanaman benih ini dilaksanakan pada tanggal 17 Oktober 2009.

3. Pemberian pupuk (pemupukan)

Pemberian pupuk dilakukan dalam dua tahap yaitu pada tahap pertama pupuk yang diberikan adalah pupuk urea dan TSP, dan pada tahap kedua pupuk yang diberikan adalah pupuk KCl. Pupuk urea dan TSP diberikan pada saat tanaman kedelai berumur 3 minggu yaitu pada tanggal 7 November 2009. Dosis pupuk urea yang diberikan adalah 15 gr/petakan dan dosis pupuk TSP yang diberikan adalah 50 gr/petakan. Sedangkan pupuk KCl diberikan pada saat tanaman kedelai berumur 4 minggu yaitu pada tanggal 14 November 2009 dengan dosis pupuk 37,5 gr/petakan.

4. Perawatan dan pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai

Perawatan tanaman kedelai dilakukan selama praktikum mulai dari penanaman benih sampai sebelum panen. Perawatan yang dilakukan adalah penyiraman tanaman, pemupukan, dan penyemprotan insektisida. Sedangkan pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai dilakukan satu minggu sekali setiap hari Sabtu dimulai sejak tanaman kedelai berumur 2 minggu sampai tanaman berumur 11 minggu. Parameter yang diamati dalam praktikum ini adalah tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah polong, jumlah cabang primer, dan berat polong yang dihasilkan. Pengamatan dilakukan pada 5 sampel tanaman yang telah dipilih secara acak.

5. Pemanenan

Pemanenan dilakukan pada saat tanaman kedelai berumur 11 minggu yaitu pada tanggal 2 Januari 2010. Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut tanaman lalu dipangkas daunnya dan diambil polongnya. Lalu polong pada tanaman sampel hasil panen ditimbang berat basahnya.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Hasil pengamatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai tiap minggu adalah sebagai berikut :

1. Pengamatan I (31 Oktober 2009)

Pengukuran tinggi dan jumlah daun tanaman kedelai 2 minggu setelah tanam.

Sampel

Tinggi (cm)

Jumlah Daun (helai)

1

12

9

2

11,5

10

3

11,5

8

4

10

9

5

12

10

2. Pengamatan II (7 November 2009)

Pengukuran tinggi dan jumlah daun tanaman kedelai 3 minggu setelah tanam.

Sampel

Tinggi (cm)

Jumlah Daun (helai)

1

27

15

2

23,5

13

3

25

14

4

20

14

5

24,5

14

3. Pengamatan III (14 November 2009)

Pengukuran tinggi dan jumlah daun tanaman kedelai 4 minggu setelah tanam.

Sampel

Tinggi (cm)

Jumlah Daun (helai)

1

37

35

2

33,5

27

3

37

26

4

33

27

5

38

29

4. Pengamatan IV (21 November 2009)

Pengukuran tinggi dan jumlah daun tanaman kedelai 5 minggu setelah tanam.

Sampel

Tinggi (cm)

Jumlah Daun (helai)

1

54

81

2

50,5

62

3

49

66

4

45

62

5

52

70

5. Pengamatan V (28 November 2009)

Pengukuran tinggi dan jumlah daun tanaman kedelai 6 minggu setelah tanam. Pada minggu keenam ini tanaman kedelai sudah memasuki stadia pertumbuhan reproduktif (generatif).

Sampel

Tinggi (cm)

Jumlah Daun (helai)

Keterangan

1

67,5

138

Sudah terbentuk bunga

2

62

123

Sudah terbentuk bunga

3

61

114

Sudah terbentuk bunga

4

56

110

Sudah terbentuk bunga

5

63

124

Sudah terbentuk bunga

6. Pengamatan VI (5 Desember 2009)

Pengukuran tinggi dan jumlah daun tanaman kedelai 7 minggu setelah tanam.

Sampel

Tinggi (cm)

Jumlah Daun (helai)

Keterangan

1

79

153

Sudah mulai terbentuk polong (15 polong)

2

76

`141

Sudah mulai terbentuk polong (9 polong)

3

76,5

136

Masih berbunga

4

73

131

Masih berbunga

5

71

140

Masih berbunga

7. Pengamatan VII (12 Desember 2009)

Pengamatan jumlah polong yang terbentuk dan banyaknya cabang primer pada tanaman kedelai 8 minggu setelah tanam. Pada minggu kedelapan ini polong masih belum berisi (bernas).

Sampel

Jumlah Polong

Cabang Primer

1

141

5

2

149

5

3

99

7

4

128

7

5

117

6

8. Pengamatan VIII (19 Desember 2009)

Pengamatan jumlah polong yang terbentuk dan banyaknya cabang primer pada tanaman kedelai 9 minggu setelah tanam. Pada minggu kesembilan ini polong sudah mulai ada yang berisi (bernas).

Sampel

Jumlah Polong

Cabang Primer

1

189

5

2

194

5

3

168

7

4

182

7

5

176

6

9. Pengamatan IX (26 Desember 2009)

Pengamatan jumlah polong yang terbentuk dan banyaknya cabang primer pada tanaman kedelai 10 minggu setelah tanam. Pada minggu kesepuluh ini polong sudah berisi (bernas) tapi belum siap panen.

Sampel

Jumlah Polong

Cabang Primer

1

242

5

2

213

5

3

240

7

4

268

7

5

282

6

10. Pengamatan X (2 Januari 2010)

Pemanenan tanaman kedelai pada umur 11 minggu dan penimbangan berat polong hasil panen tanaman kedelai.

Sampel

Berat Polong (gr)

1

170

2

130

3

170

4

180

5

220

Jumlah (Σ)

870


4.2. Pembahasan

4.2.1. Luas Petakan dan Jarak Tanam

Petakan tanam yang dibuat dalam praktikum ini berukuran 1 m × 2,5 m. Jadi luas petakan tanamnya adalah 2,5 m2. Dalam penanaman, jarak tanam yang digunakan adalah 20 cm × 40 cm dan populasi tanaman setiap lubang tanam adalah satu populasi (P1V4) sehingga dalam satu petakan tedapat 30 tanaman kedelai.


Keterangan :

× = tanaman kedelai

a = 20 cm

b = 40 cm

4.2.2. Penggunaan Pupuk

Dalam praktikum ini pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang sebagai pupuk dasar, pupuk urea, pupuk TSP, dan pupuk KCl. Dosis yang digunakan untuk masing-masing pupuk tesebut adalah sebagai berikut :

1. Pupuk kandang

Pupuk kandang diberikan satu minggu sebelum menanam benih kedelai, yaitu setelah pembukaan lahan pada tanggal 10 Oktober 2009. Dosis pupuk kandang yang digunakan dalam praktikum ini adalah 8 ton/Ha. Jadi pupuk kandang yang digunakan dalam satu petakan adalah sebagai berikut :

Pupuk kandang yang digunakan = = 2 kg/petakan

2. Pupuk Urea

Pupuk urea diberikan pada saat tanaman kedelai berumur 3 minggu, yaitu pada tanggal 7 November 2009. Dosis pupuk urea yang digunakan dalam praktikum ini adalah 60 Kg/Ha. Jadi pupuk urea yang digunakan dalam satu petakan adalah sebagai berikut:

Urea yang digunakan = = 15 gr/petakan

= = 0,5 gr/tanaman

3. Pupuk TSP

Pupuk TSP diberikan bersamaan dengan pupuk urea pada saat tanaman kedelai berumur 3 minggu, yaitu pada tanggal 7 November 2009. Dosis pupuk TSP yang digunakan dalam praktikum ini adalah 200 Kg/Ha.

Jadi pupuk TSP yang digunakan dalam satu petakan adalah sebagai berikut:

TSP yang digunakan = = 50 gr/petakan

= = 1,67 gr/tanaman

4. Pupuk KCl

Pupuk KCl pada saat tanaman kedelai berumur 4 minggu, yaitu pada tanggal 14 November 2009. Dosis pupuk KCl yang digunakan dalam praktikum ini adalah 150 Kg/Ha. Jadi pupuk KCl yang digunakan dalam satu petakan adalah sebagai berikut:

KCl yang digunakan = = 37,5 gr/petakan

= = 1,25 gr/tanaman

4.2.3. Pengamatan Tanaman Kedelai per Minggu

Dari hasil pengamatan I sampai dengan pengamatan IV yaitu sampai tanaman kedelai berumur 5 minggu dapat dilihat bahwa tanaman kedelai masih pada stadia pertumbuhan vegetatif yang ditandai dengan bertambahnya tinggi tanaman dan jumlah daun yang terbentuk. Pada stadia ini seluruh makanan yang dibentuk oleh tanaman kedelai melalui proses fotosintesis digunakan oleh tanaman tersebut untuk memacu pertumbuhan batang dan pembentukan daun.

Dari hasil pengamatan V yaitu setelah tanaman kedelai berumur 6 minggu, tanaman ini sudah memasuki stadia pertumbuhan reproduktif (generatif) yang ditandai dengan terbentuknya bunga pada setiap tanaman. Pada stadia ini, makanan hasil fotosintesis sebagian besar digunakan untuk memacu pembentukan bunga dan polong sehingga pertambahan tinggi dan jumlah daun tidak nampak lagi.

Pada minggu ketujuh (pengamatan VI), pada dua tanaman sampel sudah terbentuk polong tetapi masih kecil dan tiga tanaman sampel yang lain masih dalam keadaan berbunga.

Pada minggu kedelapan (pengamatan VII), pada semua tanaman sampel sudah terbentuk polong tapi belum ada yang berisi (bernas). Dan pada minggu kesembilan (pengamatan VIII), polong yang terbentuk bertambah banyak dan juga bertambah besar dan sudah ada polong yang berisi (bernas). Pada minggu kesepuluh (pengamatan IX), semua polong yang terbentuk sudah berisi biji (bernas) tetapi masih terlalu muda untuk dipanen. Dan pada minggu kesebelas (pengamatan X), polong kedelai yang terbentuk sudah cukup tua dan siap dipanen untuk ukuran konsumsi (kedelai rebus). Sehingga pemanenan dilakukan pada saat tanaman kedelai berumur 11 minggu.

4.2.4. Hasil Panen Tanaman Kedelai

Pemanenan tanaman kedelai dilakukan pada saat tanaman kedelai berumur 11 minggu. Dari hasil panen tersebut yang diukur adalah berat basah polong kedelai yang dihasilkan. Dan berat polong hasil panen tersebut berbeda antara tanaman sampel yang satu dengan tanaman sampel yang lainnya. Berat basah polong kedelai dari masing-masing tanaman sampel adalah sebagai berikut :

1. Tanaman sampel 1 menghasilkan polong kedelai seberat 170 gram (Gambar 1).

2. Tanaman sampel 2 menghasilkan polong kedelai seberat 130 gram (Gambar 2).

3. Tanaman sampel 3 menghasilkan polong kedelai seberat 170 gram (Gambar 3).

4. Tanaman sampel 4 menghasilkan polong kedelai seberat 180 gram (Gambar 4).

5. Tanaman sampel 5 menghasilkan polong kedelai seberat 220 gram (Gambar 5).

Dari data di atas jumlah berat basah dari kelima tanaman sampel tesebut adalah 870 gram. Sehingga rata-rata berat basah per tanaman dapat diketahui dengan cara penghitungan sabagai berikut :

Rata-rata berat basah () per tanaman =

=

= 174 gr/tanaman

4.3. Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan praktikum di atas maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Tanaman kedelai varietas Tanggamus termasuk varietas yang unggul karena hasil panennya cukup tinggi yaitu 174 gr/tanaman.

2. Jumlah populasi tanaman dalam petakan mempengaruhi jumlah hasil panen tanaman kedelai.

3. Pemupukan juga berpengaruh dalam meningkatkan hasil produksi tanaman kedelai.

4. Tanaman kedelai varietas Tanggamus memiliki stadia pertumbuhan vegetatif sampai pada umur 5 minggu dan mulai memasuki stadia pertumbuhan reproduktif (generatif) pada umur 6 minggu.


DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2002. Pupuk Urea. http://www.petrokimia-gresik.com/urea.asp.

_________. 2009. Budidaya Tanaman Kedelai. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/03/budidaya_tanaman_kedelai.pdf.

_________. 2009. Kedelai. http://id.wikipedia.org/wiki/Kedelai.

_________. 2009. Pupuk. http://id.wikipedia.org/wiki/Pupuk.

_________. 2009. Urea. http://www.pupukkaltim.com/ina/produk/index.php? act=urea.

Ashari, S. 1995. HORTIKULTURA Aspek Budidaya. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.

Hardjowigeno, S. 2007. ILMU TANAH. Jakarta : Penerbit Akademika Pressindo.


LAMPIRAN

Foto Hasil Panen Tanaman Kedelai Verietas Tanggamus


Gambar 1. Hasil panen tanaman sampel 1


Gambar 2. Hasil panen tanaman sampel 2 Gambar 3. Hasil panen tanaman sampel 3



Gambar 4. Hasil panen tanaman sampel 4 Gambar 5. Hasil panen tanaman sampel 5